Senin 26 Feb 2018 09:32 WIB

Sulitnya Menjadi Profesor di Luar Negeri

Evaluasi jabatan profesor di kampus luar negeri dilakukan setiap tahun.

Profesor mengajar/ilustrasi
Foto: Pixabay
Profesor mengajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) Deden Rukmana mengatakan evaluasi terhadap jabatan profesor di perguruan tinggi di luar negeri dilakukan setiap tahun. Menurut dia, menjadi profesor di kampus luar negeri tidak mudah.

 

"Karena begitu kita direkrut menjadi profesor di kampus itu, bukan berarti langsung menjadi profesor penuh dan juga dievaluasi setiap tahunnya," ujar Deden, Senin (26/2).

Deden yang kini menjadi profesor penuh di Universitas Savannah, Georgia, Amerika Serikat, itu menjelaskan begitu seseorang direkrut di kampus itu maka ia tak lantas jadi profesor penuh melainkan harus menjabat sebagai asisten profesor dulu selama kurun waktu enam hingga tujuh tahun.

"Asisten profesor itu akan dievaluasi dalam tiga hal seperti publikasi, pengabdian pada kampus dan masyarakat serta pengajaran," ucapnya.

Jika kemudian hasil evaluasi dari asisten tersebut tidak lulus, maka yang bersangkutan akan diberhentikan. Oleh karena itu menjadi profesor harus aktif dalam penelitian, pengabdian dan juga pengajaran.

"Kalau hasil evaluasi baik, maka yang bersangkutan akan naik jabatan menjadi rekan profesor atau 'associate professor' Tentunya naik pangkat dan naik pula tunjangan jabatannya serta tanggung jawabnya," ujar Guru Besar Perencanaan dan Kajian Perkotaan Universitas Savannah itu.

Meski demikian, naik jabatan bukan berarti bisa santai karena evaluasi tetap dilakukan setiap tahunnya. Justru para rekan profesor terus dituntut untuk meningkatkan penelitian dan pengabdiannya pada kampus dan masyarakat. Jika hasil evaluasi baik, maka bisa meningkat menjadi profesor penuh.

"Bahkan ada evaluasi setelah yang bersangkutan atau profesor itu mendapatkan tenor, bagaimana pengabdiannya, pengajaran dan juga publikasinya".

Disinggung mengenai kondisi sarana-prasarana pendukung riset di kampus luar negeri, Deden menjelasan bahwa semua itu tergantung jenis kampusnya. Jika kampus tersebut termasuk ke dalam kampus riset, maka fasilitas pendukung terutama untuk program studi sains, teknologi, teknik, dan matematika lengkap. Untuk prodi sains sosial serta humaniora fasilitasnya jurnal juga tersedia.

"Di kampus sendiri ada dana penelitian dan insentif, tapi kalau doosennya malas bersaing dan riset maka mereka tidak mendapatkan itu," cetus dia.

Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) melakukan revisi mengenai peraturan menteri terkait tunjangan kehormatan profesor atau Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.

Dalam Permenristekdikti 20/2017 disebutkan bahwa tunjangan kehormatan profesor akan diberikan jika memiliki paling sedikit memiliki satu jurnal internasional bereputasi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2015-2017). Jika tak memenuhi persyaratan maka tunjangan tersebut akan dihentikan sementara. Namun peraturan tersebut kemudian direvisi dan pemberlakuannya baru akan dimulai pada November 2019.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement