REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk melakukan penggabungan (merger) perguruan tinggi swasta (PTS) masih belum dilirik dan diminati PTS di Indonesia. Hal itu tercermin dari minimnya PTS yang berhasil dimerger hingga bulan Maret 2018, yakni 15 PTS saja.
Menristekdikti Mohammad Nasir menyebutkan, merger PTS termasuk pada salah satu isu prioritas. Karena itu, dia beserta jajaran di Kemenristekdikti pun akan menjanjikan kompensasi dan pemberian intensif kepada PTS yang mau melakukan merger.
"Sampai saat ini kami masih terus sosialisasi, dan rumuskan kompensasi. Soal ini (merger) agak susah karena banyak protes, kan kalau di-merger akan banyak pejabat yang hilang," kata Nasir di Gedung Kemenristekdikti Jakarta, Kamis (8/3).
Dia menargetkan, hingga akhir tahun 2018 setidaknya ada 50 hingga 100 PTS yang di merger. Sebab, dia menginginkan pada akhir tahun 2019 PTS di Indonesia bisa berkurang sampai seribu PTS.
Kendati demikian, Nasir mengatakan, hanya akan fokus mendorong penggabungan PTS yang berada di bawah kewenangan Kemenristekdikti. Dari catatan Kemenristekdikti, jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.504 perguruan tinggi. Angka tersebut didominasi PTS dengan jumlah sekitar 3.136 PTS. Dan perguruan tinggi negeri (PTN) hanya 122 PTN.
Sisanya, Nasir menyebutkan, ada1.246 perguruan tinggi agama dan perguruan tinggi yang berada di bawah kementerian atau lembaga pemerintah dengan sistem kedinasan.
"Lha, jadi nanti yang kami dorong dan prioritaskan itu yang 3.136 PTS, agar bisa berkurang jadi 2.000-an perguruan tinggi. Kalau yang lain (perguruan tinggi di bawah Kemenag atau lainnya, red), itu ya silakan gimana kami tidak bisa intervensi," jelas Nasir.
Karena itu, Nasir terus mendorong agar lebih banyak lagi PTS yang melakukan merger. Dia menegaskan, jumlah PTS yang terlalu banyak menyulitkan pemerintah untuk bisa mengontrol dan memastikan mutu dan layanan pendidikan yang baik.