REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- SD Muhammadiyah Mantaran yang merupakan salah satu sekolah model Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) kedatangan tamu. Kali ini, sebanyak 36 orang tamu itu merupakan guru-guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang.
Rasa penasaran jelas terpancar dari wajah guru-guru tersebut, sesaat setelah turun dari bus yang mengantarkan mereka. Tampaknya, mereka sudah tidak lagi sabar menengok langsung kegiatan belajar dan mengajar yang ada.
Terlebih, seperti sekolah-sekolah model GSM lain, SD Muhammadiyah Mantaran banyak menjadi bahan perbincangan positif guru-guru di dunia maya. Hal itu tidak lain lantaran pelayanan pendidikan yang berbeda dari sekolah-sekolah konvensional.
Mengusung nama Gerakan Sekolah Menyenangkan, tak ayal membuat guru-guru tersebut langsung mencari makna menyenangkan yang dimaksud. Mulai dari ruang kelas, fasilitas sekolah sampai kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak-anak.
Senyum lebar seketika terukir saat sekelompok anak-anak dengan piawai memainkan rangkaian angklung. Alunan nada-nada khas DIY seketika terasa, sesaat langkah-langkah kaki mereka memasuki lapangan sekolah.
Menengok ke kanan lapangan, kelincahan dua anak laki-laki berbaju pramuka yang memainkan kuda lumping sukses menarik perhatian. Tapi, perhatian terpecah saat dari kiri gerbang tersaji mainan-mainan kayu tradisional.
Masuk lebih dalam, sekelompok guru tampak terpancing rasa penasaran melihat pementasan wayang kecil di teras salah satu kelas. Dari kejauhan, terlihat seorang guru perempuan yang begitu piawai bercerita disaksikan belasan murid.
Sebagian guru lain, sibuk memperhatikan pohon literasi di lapangan sekolah yang berisikan daun kertas bertuliskan pesan-pesan dari para murid. Sedangkan, guru-guru lainnya malah sudah menengok langsung kegiatan belajar mengajar di kelas-kelas.
Selain mengalirnya komunikasi dengan para murid, tembok yang berbicara jadi salah satu elemen kekaguman guru-guru tersebut. Pasalnya, hampir tidak ada tembok yang kosong dan penuh dengan karya-karya maupun pesan-pesan kebajikan.
"Sebenarnya mereka studi banding tidak sekadar ingin mendapatkan inspirasi, tapi bisa menjadi contoh, sekolah-sekolah model (GSM) di Yogyakarta ini agar bisa diaplikasikan," kata Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, kepada Republika, Jum'at (23/3).
Kunjungan turut memberikan semangat baru kalau ternyata perubahan itu bisa dilakukan sekolah-sekolah mewah atau mepet sawah, sekolah-sekolah negeri. Sehingga, tidak ada lagi batasan-batasan yang membuat mereka susah untuk berubah.
Selain itu, ia mengungkapkan jika sekolah-sekolah ini sudah dilatih GSM sejak November tahun lalu. Artinya, kedatangan kali ini sekaligus proses pendampingan, meyakinkan mereka punya jejaring teman, tim pendukung yang bisa memberi inspirasi dan motivasi.