Sabtu 24 Mar 2018 17:26 WIB

Politikus Golkar Soroti Pendidikan di Kawasan Perbatasan

Sorotan karena minimnya tenaga pendidik dan kependidikan, dan sarana prasarana.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hetifah Sjaifudian dalam diskusi publik yang  bertajuk
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hetifah Sjaifudian dalam diskusi publik yang bertajuk

REPUBLIKA.CO.ID, UJOH BILANG — Politikus Partai Golongan Karya Herifah Sjaifudian menyoroti mutu pendidikan formal di kawasan perbatasan antara Malaysia dan Provinsi Kaltim dan Provinsi Kaltara. Sorotan karena minimnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, dan persoalan lainnya.

"Sejumlah persoalan yang berhasil saya petakan setelah beberapa kali ke perbatasan antara lain kekurangan tenaga pendidik dan kependidikan, termasuk minimnya sarana dan prasarana pendukungnya," tutur Hetifah dihubungi dari Ujoh Bilang, Sabtu (24/3).

Keberadaan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan di perbatasan baik di Kabupaten Mahakam Ulu (Kaltim) maupun di Malinau dan Nunukan (Kaltara) minim. Sebab, kesejahteraan guru masih rendah akibat tidak adanya tunjangan khusus bagi guru yang ditempatkan di perbatasan.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melanjutkan selama ini pemerintah sudah mencoba melakukan pemerataan distribusi guru berstatus aparatur sipil negara (ASN). Namun, keberadaan guru ASN masih minim akibat kerap dimutasi, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan di perbatasan belum bisa optimal.

Ia menjelaskan pada 2017 pemerintah telah merekrut guru berstatus ASN jalur khusus untuk menjadi guru garis depan, yakni guru yang bertugs di kawasan perbatasan. Guru yang direkrut saat itu jumlahnya mencapai 6.296 orang yang tersebar di berbagai daerah, namun ternyata rekrut guru baru sebanyak itu masih belum memenuhi kebutuhan ideal.

Untuk itu, ia berharap ada penambahan rekrut baru pada 2018 ini. Kemudian, para guru yang sudah diangkat menjadi ASN di kawasan perbatasan. Mereka diberikan syarat mengabdi minimal lima tahun, baru boleh pindah sehingga tidak sekedar ditetapkan di perbatasan kemudin dimutasi, karena cara seperti ini tidak menyelesaikan masalah.

Hetifah juga meminta pemerintah memperbaiki kondisi ruang kelas yang tidak layak. Sebab, di perbatasan masih banyak ditemukan ruang kelas yang rusak dan tidak layak digunakan untuk proses belajar mengajar.

Apabila dilihat berdasarkan Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dia melanjutkan, masih banyak sarana pendidikan seperti ruang kelas di seluruh Indonesia yang dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat. "Ruang kelas yang layak umumnya terdapat di sekolah-sekolah di daerah perkotaan, sehingga kami berharap pemerintah memperhatikan kondisi tersebut karena sarana dan parasarana pendidikan yang layak adalah hak setiap siswa," ucapnya. 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement