Sabtu 07 Apr 2018 06:15 WIB

UI Gelar Kuliah Umum Pengaruh Politik Amerika Terhadap Agama

Politisasi agama membuat sebagian masyarakat meninggalkan Agama.

Peserta Kuliah Umum yang digelar SKSG Universitas Indonesia  di Kampus Salemba, Jakarta, Jumat (6/4).
Peserta Kuliah Umum yang digelar SKSG Universitas Indonesia  di Kampus Salemba, Jakarta, Jumat (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekolah Kajian Strategis dan Kajian Global (SKSG) Universitas Indonesia  (UI) menggelar Kuliah Umum bertema "When Politics Shapes Religon: Religion and Politics in the US and Its Lessons for Indonesia". Dalam kuliah umum tersebut terungkap bahwa di Amerika, bukan hanya agama saja yang mempengaruhi kehidupan politik, tapi juga kehidupan politik mempengaruhi kehidupan keagamaan. 

Kuliah umum yang dimoderatori Pengajar SKSG Universitas Indonesia Inditiana Latifa menghadirkan narasumber Alumnus Graduate Program in Political Science Univesity of Notre Dame, Nathanael Gratias Sumaktoyo. Nathanael mengungkapkan mayoritas warga Amerika menganggap Partai Republik sebagai partai yang bersahabat terhadap agama ketimbang Partai Demokrat. Pada pilpres Amerika lalu, Partai Republik mengusung Donald Trump yang keluar sebagai pemenang mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat. 

Menurut Nathanael, asosiasi Partai Republik dengan agama bagi sejumlah orang, terutama warga Amerika yang tidak setuju dengan partai Republik membuat mereka menjauhi agama. "Politisasi agama terutama oleh Partai Republik membuat sebagian masyarakat meninggalkan agama," kata Nathanael, Jumat (6/4). 

Nathanael berharap Indonesia mengambil pelajaran dari hasil penelitian di Amerika tersebut. "Saya pikir pengalaman Amerika menunjukkan kita harus berhati-hati dengan politik identitas, terutama yang berbasis agama," ujar Nathanael yang baru menyelesaikan studi doktoralnya di Amerika.

Menurut Nathanael, ketika agama terlalu sering dan vulgar dimainkan untuk politik, hal itu bukan hanya akan membawa potensi perpecahan, tapi juga dapat mendorong orang untuk memiliki persepsi negatif terhadap agama atau bahkan menjauhkan diri dari agama. "Logikanya, sama seperti di Amerika, orang bisa malas beragama kalau mereka melihat agama terlalu sering dijadikan komoditas politik," kata Nathanael yang juga peneliti di Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement