Selasa 17 Apr 2018 06:03 WIB

Sulitnya Soal UNBK: Murid Ada yang Menangis, Bahkan Pingsan

Soal matematika di UNBK tahun ini menggunakan level higher order thinking skill.

Rep: Adinda Pryanka, Fuji Pratiwi, Debbie Sutrisno/ Red: Andri Saubani
Pelaksanaan UNBK.
Foto: Antara.
Pelaksanaan UNBK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siswi SMAN 1 Magelang, Yoanada Salsabila Adiningsih (18 tahun), tidak pernah menyangka, mata pelajaran Matematika dalam Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) kemarin akan begitu sulit. Dibanding dengan soal-soal latihan yang bisa dikerjakannya secara lancar, ia menemukan banyak hambatan dalam soal Matematika di UNBK.

Menurut dia, seberapa sulit soal itu ditentukan dari perbedaan dengan soal latihan yang biasa dikerjakannya secara mandiri maupun bersama sekolah. Ada beberapa soal yang belum pernah ditemukannya dalam latihan soal-soal sebelumnya. "Makanya, saya bilang itu sulit," ujar Yoanada ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (16/4).

Sebenarnya, perbedaan soal dengan kisi-kisi tidak jauh secara signifikan. Namun, Yoanada mengatakan, dirinya terlampau kaget dengan soal yang baru baginya. Selain itu, penyajian soal Matematika dalam UNBK kemarin terbilang kacau, banyak yang hilang sehingga membuat mental siswa menjadi down terlebih dahulu.

Dari total 40 soal, ada sekitar lima soal yang jauh dari ekspektasi Yoanada. Selain itu, ada juga beberapa soal yang cara pengerjaannya tidak mudah. "Ini yang menyebabkan saya kehilangan banyak waktu karena jarang nemuin soal dengan materi tersebut," ucapnya.

Ke depan, Yoanada berharap, pemerintah bisa lebih mempersiapkan semuanya dengan matang. Selain itu, ujian nasional tahun ini berbeda karena menggunakan komputer yang memiliki risiko lebih tinggi.

Terlebih, ada pernyataan yang secara tiba-tiba mengatakan bahwa penilaian UNBK Matematika seperti penilaian SNMPTN terbaru, yaitu bobot nilai tiap soal berbeda.

"Kami sebagai siswa belum pernah mendengar sistem penilaian seperti itu. Kenapa tiba-tiba pemerintah berkehendak seperti itu? Lalu, bagaimana kami bisa menerima?" tutur Yoanada.

Seharusnya, pemerintah bisa mengambil keputusan dengan bijak. Setidaknya, sebelum mengeluarkan pernyataan seperti itu, pemerintah melakukan pendekatan dengan siswa terlebih dahulu.

Menurut Yoanada, apabila soal dan cara penilaiannya kacau dan tidak jelas seperti ini, bagaimana bisa hasil nilai tersebut menjadi tolok ukur untuk menentukan perkembangan pendidikan siswa di seluruh daerah. "Saya berharap, pemerintah memikirkan ulang bagaimana masalah ini seharusnya ditanggapi, agar kejadian serupa tidak terulang di tahun depan," ucapnya.

Harapan lain disampaikan oleh Senda Risanda Alaika Selma, siswi kelas 3 SMA 1 Patianrowo, Nganjuk. Ia berharap, misalnya ada soal bocor atau bermasalah, soal tersebut bisa diganti dengan soal cadangan.

Sebab, menurut isu yang didengarnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan tidak memiliki soal cadangan sebagai pengganti pertanyaan yang terlampau sulit bagi siswa.

Kesulitan mengerjakan soal matematika juga dialami Senda. Menurut dia, soal yang dikerjakan memiliki perbedaan jauh dibandingkan kisi-kisi yang didapatkan dari sekolah.

"Saya drop gara-gara kaget lihat soalnya. Beberapa teman saya ada yang sampai nangis dan bahkan pingsan," ujar Senda.

Dari total 40 soal, Senda mengaku hanya bisa mengerjakan setidaknya 23 soal dengan benar. Di samping soal yang baru dilihatnya, keterbatasan waktu makin menghambat kinerja Senda. Durasi dua jam membuatnya dan beberapa teman memutuskan untuk menjawab secara asal.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta, Jumat (13/4), mengatakan, banyak siswa tidak siap dengan kenaikan standar yang diterapkan dalam UNBK tahun ini. Karena itu, keluhan-keluhan muncul terkait kesulitan soal.

"Siswanya banyak tidak siap. Banyak siswa menganggap soal ujian nasional sama dengan tahun-tahun lalu, multiple choice menggunakan level tiga. Padahal, sekarang sudah beranjak ke level HOTS (higher order thinking skill) itu," kata Muhadjir di Istana Wakil Presiden, Jakarta, dikutip Antara, Jumat.

Pemerhati pendidikan dari Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen menekankan, HOTS bukan pelajaran, melainkan pendekatan. Jika ujian memakai model HOTS yang tidak pernah dikenalkan selama proses belajar, siswa dipastikan kesulitan ketika mengerjakan soal.

“Kalau tidak pernah dikenalkan, pasti tidak nyambung. Logikanya gamblang,” kata Abduhzen melalui telepon pada Ahad (15/4).

Dia menerangkan, pendekatan HOTS seharusnya sudah dikenalkan dalam proses belajar dan tidak muncul tiba-tiba sebagai soal. Anak harus dibiasakan terlebih dahulu dibawa dalam suasana belajar nalar tinggi. 

Wakil Sekretaris Jenderal Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, permintaan maaf Kemendikbud setelah para peserta UNBK SMA pada  2018 mengeluhkan sulitnya soal-soal UNBK, terutama mata pelajaran Matematika, mungkin saja dapat meredakan derasnya komentar pedas para siswa di berbagai media sosial. Namun, pengakuan dan permintaan maaf tersebut harus disertai evaluasi menyeluruh atas soal-soal UNBK.

"Para siswa merasa mereka sudah belajar optimal, sesuai kisi-kisi soal dan try out yang dipelajari berbulan-bulan. Tapi soal yang keluar ternyata jauh dari perkiraan," kata Satriwan melalui siaran pers, Ahad (15/4).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement