REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengatakan, kehadiran dosen asing bisa mendongkrak reputasi perguruan tinggi Indonesia untuk masuk jajaran kampus kelas dunia. Nasir mengatakan kehadiran dosen asing lebih ke arah bentuk kolaborasi, bertukar ilmu pengetahuan antar dosen maupun dengan mahasiswa.
"Kami targetkan itu, ada peningkatan mutu pendidikan Indonesia, perguruan tinggi bisa berkolaborasi dengan dosen luar negeri," ujar Nasir dalam peringatan Hardiknas di Universitas Padjadjaran, Rabu (2/5).
Para dosen lokal maupun asing bisa berkolaborasi dalam penelitian maupun menciptakan inovasi baru yang ujungnya akan membawa reputasi perguruan tinggi di Indonesia ke arah yang lebih baik. "Kalau ini bisa dilakukan, reputasi perguruan tinggi di Indonesia akan meningkat dengan secara otomatis dengan kolaborasi tadi," kata dia.
Namun, kehadiran dosen asing sering terganjal beberapa faktor salah satunya waktu menetap di Indonesia. Dari catatan yang diperoleh Kemenristekdikti, para dosen asing sering keluar masuk Indonesia di waktu yang tidak lama.
"Problemnya kalau orang akan tinggal di Indonesia dalam hal ini berkolaborasi (minimal) satu tahun (menetap di Indonesia). Mereka gak bisa satu bulan keluar lagi, nanti masuk lagi. Itu cost-nya mahal, bagi PT juga itu akan berat," katanya.
Ia mengatakan, perguruan tinggi yang ingin menggunakan jasa dosen asing, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi salah satunya adanya pertukaran antar dosen dari kampus yang menjalin kerja sama.
"Ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu namanya staf mobility, jadi pertukaran dosen. Dosen Indonesia keluar negeri, dosen luar negeri ke Indonesia, dalam hal kolaborasi. Kalau tidak dilakukan itu nggak bisa," katanya.
Saat ini tercatat dosen luar yang mengajar di kampus dalam negeri mencapai 200 orang. Sementara, dosen Indonesia yang pergi ke luar negeri menyentuh angka 1.000 orang.
"Kami targetkan PT-PT yang besar bisa masuk 10 atau lima orang dosen berkolaborasi. Kalau lebih besar lebih bagus untuk PT masing-masing. Tidak berarti mendesak dosen dari luar negeri, tapi berkolaborasi," katanya.
Berkaca pada salah satu perguruan tinggi di Arab Saudi yakni King Fahd University of Petroleum and Minerals, sekitar 40 persen dosennya berasal dari luar negeri. Hasilnya pun terbukti mampu mendongkrak posisi kampus tersebut masuk ke posisi 189 dunia.
"Kita yang tertinggi baru 277 dunia, hanya baru. Kita yang sudah masuk 500 dunia dan mereka belum masuk 500 besar tetapi sekarang sudah 189 dunia jauh lebih tinggi dari kita. Apa yang dilakukan, maka mau tidak mau kita harus berkolaborasi," katanya.