REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Mengapa kualitas guru menjadi sangat penting? Untuk menghasilkan murid yang berkualitas, seorang tenaga pendidik atau guru harus selalu mengembangkan kompetensi jati dirinya. Hal inilah yang membuat Sekolah Islam Terpadu (SIT) Nurul Fikri melalui Departemen Budaya Sekolah membuat program tahunan Budaya Riset dalam bentuk Simposium Guru.
Acara tersebut diadakan di gedung SMAIT Nurul Fikri, Tugu, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat (11/5). Simposium menampilkan nara sumber Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Drs Mohammad Thamrin MM, dan Kepala ID-SIRTII/CC, Dr Rudi Lumanto.
Ada 40 penelitian yang dipresentasikan oleh guru SIT Nurul Fikri dalam symposium bertajuk Teacher Interdicplinary Research Toward Research Based School itu. "Saya mengapresiasi acara ini bagus sekali, karena memang seorang guru berdasarkan ketentuan setiap tahunnya harus ada pengembangan kompetensi. Alhamdulillah guru-guru SIT Nurul Fikri, terkait dengan simposium ini, ada peningkatan kompetensi dengan membuat penelitian dan hasil penelitian yang dilakukan. Ini tentunya dalam rangka untuk pengembangan sekolah ke depannya yang lebih baik," kata Mohammad Thamrin melalui rilis SIT Nurul Fikri yang diterima Republika.co.id, Jumat (11/5).
Suasana simposium guru yang diadakan SIT Nurul Fikri.
Thamrin berharap hasil penelitian yang dilakukan para guru SIT Nurul Fikri ini bisa diterbitkan dalam bentuk jurnal sebagai salah satu wadah laporan yang bersifat umum. "Jurnal itu kan dibaca oleh siapapun. Begitu hasil penelitiannya ada di jurnal dan bisa dibaca secara online oleh seluruh Indonesia mungkin akan menjadi suatu kebanggaan untuk kota Depok sendiri pada umumnya dan untuk SIT Nurul Fikri pada khususnya," tambah Thamrin.
Sejauh ini dukungan yang diberikan oleh Disdik Kota Depok terhadap sekolah-sekolah di Depok masih terbilang sederhana ialah memberikan fasilitas pendampingan terhadap guru yang melakukan penelitian, namun itu pun baru dilakukan per mata pelajaran yang tergabung dalam wadah MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).
"Kalau saya amati baru beberapa sekolah saja yang mengembangkan sekolah berbasis riset. Hal ini mungkin dikarenakan keterbatasan pendampingan untuk suatu penelitian. Ke depannya semoga hasil penelitian para guru SIT Nurul Fikri bisa dilakukan pengujian oleh Disdik untuk memilih yang terbaik dan dijadikan acuan atau rujukan untuk sekolah lain,” tambahnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Rudi Lumanto. Menurutnya, kegiatan simposium guru ini sangat berpengaruh bagi dunia pendidikan. “Simposium guru ini bagus sekali. Dunia pendidikan akan terus berubah. Untuk mengatasinya, kalau tidak ada riset dan inovasi serta sistem pengajarannya terus konvensional maka sekolah-sekolah seperti itu akan tenggelam karena masyarakat akan banyak memilih homeschooling seperti di Amerika," katanya.
Rudi berharap agar SIT Nurul Fikri tetap konsisten dan jangan berputus asa karena memang membuat budaya itu tidak gampang. "Semangatnya selalu ditumbuhkan dan saling memotivasi satu sama lain," lanjutnya.
Direktur SIT Nurul Fikri, Rahmat Syehani mengemukakan, kegiatan ini dirancang untuk memastikan guru-guru SIT Nurul Fikri agar terlibat secara aktif dalam pengembangan pengetahuan melalui penelitian. "Secara aktif memperbaiki mutu pembelajaran, memperbaiki kualitas siswa dan juga secara otomatis memperbaiki dirinya sendiri. Alhamdulillah dari 40 penelitian tahun kedua ini, kualitas penelitiannya jauh lebih baik disbanding tahun lalu," ucap Rahmat.
Ia menambahkan, pihaknya menargetkan untuk meningkatkan mutu budaya di SIT Nurul Fikri terlebih dahulu. Setelah hal tersebut dilakukan konsisten, baru akan melibatkan orang luar. "Seperti mengundang narasumber sebagai peneliti atau mengundang mereka sebagai peserta," ungkapnya.
Ia pun berencana akan membuat jurnal dari hasil penelitian para guru ini ke LIPI sebagai kontribusi Nurul Fikri untuk umat bahwa hasil penelitian ini bermanfaat untuk siapapun. "Karena kita tidak berorientasi ke bisnis, maka karya penelitian ini bisa kami gratiskan secara online di laman situs SIT Nurul Fikri," tandasnya.
Sebanyak 40 hasil penelitian para guru ini dipresentasikan di tujuh kelas. Tiap-tiap kelas menampilkan presenter sebanyak lima atau enam orang. Setiap kelas didampingi satu fasilitator dan dihadiri sebanyak 20 peserta.