Senin 14 May 2018 13:49 WIB

Unkris Gelar Seminar Menakar Sistem Demokrasi Prosedural

Demokrasi secara prosedur sudah berjalan tetapi masih jauh dari substansi.

Seminar bertajuk “Menakar Sistem Demokrasi Prosedural
Seminar bertajuk “Menakar Sistem Demokrasi Prosedural" yang dimoderatori founder The Oakwood Connections Abdullah Sumrahadi, Sabtu (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana (Unkris) menggelar seminar bertajuk “Menakar Sistem Demokrasi Prosedural: Prospek dan Tantangan di Era Keterbukaan”. Seminar tersebut dihadiri 3 pembicara, yaitu Prof Gayus Lumbuun, Dr Zuly Qodir, dan Nugroho Noto Susanto.

“Kegiatan membahas berbagai persoalan mendasar dalam model dan metode demokrasi di dunia yang dikontekskan pada penerapannya di Indonesia,” kata moderator seminar Abdullah Sumrahadi, wakil dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana yang juga founder The Oakwood Connections dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Senin (14/5).

Seminar yang terselenggara pada 5 Mei di Jakarta itu dibuka oleh Prof Azhari Aziz Samudra selaku dekan dan penanggungjawab memberikan pidato kunci. “Usia demokrasi telah dewasa, ia sudah berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu, pada konteks pra kemerdekaan Moh Hatta telah memberikan penekanan bahwa biarpun berat, berikan ruang pada demokrasi untuk berkembang dan mencapai kematangannya,” kata Prof Azhari.

Narasumber Prof T Gayus Lumbuun memberikan ulasan yang bersifat fondasional, bagaimana demokrasi itu dibentuk melalui suatu proses yang tidak singkat. Ia mencontohkan model dan kasus-kasus dari berbagai belahan dunia lain yang telah mengamalkan praktik demokrasi.

Pada awal diskusi, selaku pemandu diskusi Abdullah Sumrahadi sudah memberikan key and view point yang jelas. “Prasyarat mendasar demokrasi dapat berjalan dengan baik ialah terwujudnya masyarakat yang sadar akan hak-hak ekonomi dan kesejahteraan sosial yang tidak hanya terhenti pada ruang-ruang normative, tetapi harus banyak golongan menengah riil yang bekerja membesarkan institusi ekonomi dalam jalur kesejahteraan,” kata Abdullah Sumrahadi.

Lebih jauh ia menghubungkan dengan tesis Schumpeterian democracy, yaitu, demokrasi secara model dan pendekatan beserta prosedurnya sudah berjalan tetapi masih jauh dari substansi dan cenderung ke arah autocracy dan hal tersebut menjadi ancaman bagi demokrasi.

Zuly Qodir dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memberikan penakanan perlu dan jelasnya pembedaan antara demokrasi liberal dan non demokrasi liberal. Dari kedua model demokrasi tersebut akhirnya dapat ditakar seberapa dalam Demokrasi Pancasila dapat menempati ruh yang bermartabat. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Prof Gayus Lumbuun dalam dasar-dasar pemikirannya.

Sementara itu, Nugroho Noto Susanto dari Badan Pengawas Pemilu memberikan penjelasan dan gambaran yang kontekstual dari seluruh Indonesia dalam penyelenggaraan dan ancaman terhadap pemilihan umum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement