Senin 02 Jul 2018 10:05 WIB

Menaker Minta Industri Terlibat dalam Penyusunan Kurikulum

Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh pada 2030.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Muhammad Hafil
Siswa SMK/ilustrasi
Foto: viruscerdas.com
Siswa SMK/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mendorong keterlibatan dunia industri dalam proses belajar mengajar di kampus maupun lembaga pendidikan. Termasuk, membantu menyusun atau mendesain kurikulum pendidikan.

Hanif optimistis, pelibatan industri dalam penyusunan kurikulum akan sangat efektif dan sesuai dengan kebutuhan yang menguasai pasar secara kekinian. Misalnya, perusahaan besar otomotif yang menguasai pasar di Indonesia, bersinergi disain kurikulum, untuk kejuruan otomotif.

"Paling cuma 4-5 brand utama di industri tertentu, suruh mereka kumpul buat kurikulum kejuruan. Pasti lebih sesuai karena brand-brand di bawah mereka, pasti akan memakai. Ini simpel sekali " ujar Hanif, Senin (2/7).

Keterlibatan industri, lanjut Hanif, harus disinkronkan dengan kurikulum dunia pendidikan. Jika tidak, maka ke depan akan semakin banyak lulusan perguruan tinggi Indonesia yang tidak terserap di dunia kerja.

"Kalau kita tidak melakukan, pasti yang membuat kurikulum siapa, yang membutuhkan tenaga kerja siapa. Jadi bisa jalan sendiri-sendiri, " jelas Hanif.

Hasil riset dari McKinsey Global Institute memaparkan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh secara global pada 2030. Hal ini disebabkan, pada masa itu nantinya Indonesia akan mengalami bonus demografi.

Karena itu menurut Hanif, untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara perekonomian terbesar ketujuh di dunia, maka dalam 15 tahun ke depan, masih diperlukan penambahan tenaga terampil (skilled workers) sebanyak 3,8 juta orang setiap tahunnya. Data tahun 2015, tenaga terampil Indonesia sebanyak 56 juta orang.

Sementara, kata Hanif, saat ini lulusan perguruan tinggi di Indonesia per tahun mencapai sekitar 800 ribu orang. Jika diasumsikan seluruh lulusan tersebut memiliki kompetensi yang bagus, jumlahnya masih kurang.

"Maka untuk menambah tenaga terampil sebanyak 3,8 juta orang per tahun, sudah terbukti tidak dapat hanya mengandalkan jalur pendidikan, tapi kita juga butuh terobosan dari pendidikan vokasi dan pelatihan kerja ," kata Hanif.

Hanif juga mengajak dunia kampus agar memperkuat STEM (Science, Technology, Engineering and Math). Penguatan STEM diperlukan agar generasi muda mampu menghadapi persaingan jika menggunakan big data di masa mendatang.

"Perguruan tinggi juga harus perkuat STEM. Di luar itu kita kembali kepada bagaimana menggenjot vocational training untuk menghadapi tantangan jangka pendek dan menengah," kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement