REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemudaan dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang berupaya mencari penyebab rendahnya minat sekolah di kalangan masyarakat yang ada di perdesaan. Disdikbudpora segera melakukan kajian untuk mengungkap bangku di sekolah yang ada di wilayah perdesaan masih banyak yang kosong alias sepi peminat, termasuk pada tahun ajaran baru 2018/ 2019 kali ini.
Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Taufiqurrahman mengatakan, fenomena tersebut masih terjadi usai Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) jenjang Sekolah dasar (SD) kali ini.
“Sehingga masih terjadi ketimpangan, daya serap siswa antara sekolah di wilayah perdesaan dengan sekolah yang berada dekat dengan pusat pemerintahan,” ujarnya di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (16/7).
(Baca: Sekolah Dua Shift Solusi Penerimaan Peserta Didik di Bali)
Saat ini, jelas Taufiq, SD yang berada dekat dengan pusat pemerintahan selalu kebanjiran peminat dan jamak menolak calon siswa. Kondisi ini jauh berbeda dengan sekolah jenjang yang sama di wilayah perdesaan. Daya serap siswa di sekolah-sekolah tersebut masih tetap rendah hingga terjadi kekurangan siswa.
“Laporan perihal ini, sudah banyak yang masuk dari masyarakat bahkan disampaikan langsung ke Disdikbudpora, sejumlah sekolah di desa masih kekurangan siswa,” tandasnya.
Menurut Taufiq, jika berkaca dari tahun sebelumnya, kekurangan siswa di SD memang di Kabupaten Semarang bukan merupakan hal yang baru. Tahun lalu sedikitnya sudah ada 20 sekolah yang diregruping menjadi 10 sekolah. Karena memang jumlah siswa dalam rombongan belajar (rombel) terlalu sedikit. Sekolah- sekolah ini umumnya berada di wilayah pedesaan.
Seperti di wilayah Kecamatan Pabelan, Banyubiru, Kecamatan Bandungan, Kecamatan Jambu, Kecamatan Ambarawa serta Kecamatan Ungaran Timur. Dalam melakukan regrouping ini, Disdikbudpora juga mempertimbangkan beberapa aspek dan tidak asal melakukan tanpa dasar, selain jumlah rombel yang terbatas.
“Antara lain karena masih dalam satu wilayah (desa) meski jarak antar sekolah berjauhan serta distribusi guru yang tidak merata,” tegasnya.