REPUBLIKA.CO.ID, BELU -- Sebuah program baru dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yakni 'Indonesiana', diperkenalkan pertama kali di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ini merupakan satu program yang akan menghentakkan kembali kebudayaan di Indonesia.
"Kami menggagas Indonesiana, suatu mekanisme pengelolaan terpadu atas
seluruh festival atau kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan pemerintah daerah dan didukung oleh pemerintah pusat, dalam satu wadah kerja bersama," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, saat ditemui Republika.co.id usai mengikuti ritual Foho Rai di Atambua, Sabtu (21/7).
Saat ini, berbagai kegiatan kebudayaan (festival) banyak diselenggarakan oleh pemerintah daerah, komunitas seni dan budaya, swasta, maupun perorangan, mulai dari penyelenggaraan yang bersifat insidentiil hingga kegiatan kebudayaan yang dilaksanakan secara teratur. Namun sayangnya, Kemendikbud memandang beragam kegiatan yang dilakukan itu tidak terhubung satu dengan yang lain.
Maka tidak heran satu daerah melakukan festival yang sama dengan daerah lainnya dalam waktu bersamaan. Penyelenggaraan festival pun terkesan diselenggarakan apa adanya, sekedar menciptakan keramaian atau sebatas pemenuhan kegiatan rutin daerah.
Jika ada keterhubungan dan pengorganisasian kerja antara satu kegiatan kebudayaan satu dengan kegiatan kebudayaan lainya, maka ini dapat meningkatkan kegiatan
kebudayaan tersebut, baik dari segi jumlah maupun kualitas kegiatannya.
Namun keterhubungan tersebut harus sudah dimulai pada tahap ide penyelenggaraan kegiatan lahir, tahap perencanaan (termasuk penganggaran), pengelolaan hingga pelaksanaan kegiatan.
"Indonesiana merupakan platform gotong royong kebudayaan, mulai dari festival kesenian hingga simposium ilmiah, residensi dan pertukaran pelaku budaya, terutama yang sudah ada. Namun dapat juga bertambah dengan kegiatan lain, yang mengkonsolidasi penggunaan sumber daya pembangunan kebudayaan secara strategis," kata Hilmar.
Program ini bukan dimaksudkan untuk menyeragamkan festival atau kegiatan
kebudayaan di Indonesia, melainkan untuk mengamplifikasi dampak dari tiap-tiap festival atau kegiatan yang terhimpun di dalamnya.
Festival atau kegiatan kebudayaan ditentukan di tingkat lokal, sesuai kekhasan lokal, berdasarkan masukan dari jaringan peneliti yang dikelola pemerintah pusat. Artinya, setiap daerah akan memiliki tema festivalnya sendiri.
Misalnya saja di Atambua ini, satu ritual yakni Fohorai, sudah menjadi satu ritual yang rutin dijalankan setiap tahunnya, tapi ritual ini hanya dijalankan begitu saja bahkan hampir tenggelam karena sudah tidak terdengar sampai keluar Atambua.
Kemudian tahun lalu sudah diadakan Festival Fulan Fehan yang sangat meriah sekali, memang sudah berhasil menyedot pelancong tetapi belum mendunia. Indonesiana hadir, untuk mengarahkan masyarakat lokal sekitar Atambua, agar bisa memoles lebih epic lagi kebudayaan mereka hingga bisa mendunia.
Salah satu acara adat di Atambua dalam gelaran program adat Indonesiana.
Sebagai sebuah Platform gotong royong kebudayaan, Indonesiana juga merangkai berbagai kegiatan kebudayaan yang dikoordinasi dan dikerjakan secara gotong royong dengan melibatkan unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, komunitas serta pemangku kepentingan lainnya.
"Indonesiana tidak menghilangkan kegiatan kebudayaan yang selama ini sudah dilakukan di daerah, juga tidak melakukan kegiatan yang sama sekali
baru. Indonesiana justru memperkuat penyelenggaraan kegiatan kebudayaan yang sudah ada," kata Hilmar.
Namun, kendati sebagai platform, tidak ada tema utama yang mengikat keseluruhan festival yang terhimpun dalam Indonesiana. Setiap daerah diberikan ruang yang luas untuk menentukan tema festivalnya sesuai dengan identitas kelokalan masing-masing, terutama memperkuat ekosistem budaya, dengan mempertimbangkan masukan dari
jaringan peneliti yang dikelola.
"Dengan begitu, arah dari Indonesiana ialah pembentukan zona-zona kebudayaan yang masing-masing bersifat khas. Fungsi platform Indonesiana tahun 2018 adalah menciptakan dan sekaligus menguatkan benang merah di antara berbagai inisiatif kegiatan kebudayaan, sehingga menguatkan landasan nilai, arah, orientasi dan karakteristik pembangunan kebudayaan Indonesia," kata Hilmar.
Dengan program baru gagasan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud ini, diharapkan masyarakat Indonesia bisa membawa kebudayaan mereka hingga ke taraf Internasional. Tetapi, masyarakat Indonesia harus paham betul bagaimana langkah-langkah untuk bersaing secara global, melalui program Indonesiana ini.
Selain Atambua, akan ada delapan wilayah Indonesia lainnya yang menjadi fokus Indonesiana. Tidak menutup kemungkinan akan ada wilayah lain yang akan disinggahin gelaran yang menjadi andalan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.