Jumat 24 Aug 2018 07:14 WIB

75 Persen Sumber Daya Genetik Pertanian Hilang

Hilangnya sumber daya genetik akibat minimnya konservasi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Friska Yolanda
Kebun Plasma Nuftah Pisang
Foto: pbio.uad.ac.id
Kebun Plasma Nuftah Pisang

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sumber daya genetik tanaman pertanian Indonesia terus berkurang akibat minimnya konservasi genetik. Pemanfaatan yang berlebihan pada jenis varietas tanaman tertentu menyebabkan keanekaragaman berkurang sampai 75 persen. 

Untuk itu, diperlukan upaya-upaya pemuliaan tanaman dan penyelamatan keanekaragaman genetik pertanian. Terutama, melalui bank genetik serta menggalakkan menanam ragam varietas tanaman lokal di kalangan petani. 

Hal itu mengemuka dalam Lokakarya Pengelolaan Sumber Daya Genetik. Lokakarya yang digelar Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menghadirkan pakar-pakar.

Mulai peneliti Balai Besar Penelitian Biopteknologi dan Sumber daya Genetik Pertnaian (BB Biogen), Mastur dan Anggota Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (Peripi) dan Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Syukur. Ada pula Direktur Riset dan Pengembangan PT East West Seed Indonesia, Asep Harpenas dan peneliti pemuliaan tanaman dari Fakultas Pertanian UGM sekaligus Kepala PIAT UGM, Taryono.

Muhammad Syukur membenarkan, sumber daya genetik yang hilang mencapai 75 persen. Hilangnya sumber daya tersebut akibat minimnya konservasi, dan pemanfaatan seperdua varietas yang sama secara berlebihan menyebabkan varietas lokal menjadi hilang.

"Varietas lokal yang tidak dimanfaatkan akan hilang. Seharusnya, petani di Indonesia tidak menanam tanaman dengan varietas yang sama," kata Syukur di Eastparc Hotel.

Ia menuturkan, jumlah presentase plasma nutfah di Indonesia mencapai 17 persen dari total kekayaan genetik tumbuhan yang ada di dunia. Ada 3.256 spesies tanaman, terbanyak tanaman obat yang belum di eksplorasi.

Namun, minimnya pemuliaan tanaman menyebabkan kekayaan sumber daya genetik semakin berkurang. Apalagi, jumlah peneliti pemuliaan tanaman yang ada hanya sekitar 1.500 orang. 

Jumlah itu dirasa tidak mencukupi usaha mengkonversi sumber daya genetik tanaman pangan pertanian. Menurut Syukur, perlu adanya peningkatan kuantitas dan kualitas para pemulia tanaman. 

Untuk bisa menghasilkan jenis tanaman varietas barum diperlukan proses tahapan pemuliaan tanaman yang begitu panjang. Mulai pengoleksian genetik, seleksi, hibridasi hingga pelepasan varietas. 

"Setidaknya, diperlukan 5-10 tahun untuk bisa menghasilkan varitas baru," ujar Syukur.

Direktur Riset dan Pengembangan PT East West Seed Indonesia, Asep Harpenas menuturkan, diperlukan bank genetik untuk mengkonversi sumber daya genetik tanaman pertanian yang ada di Indonesia. 

Asep menilai, bank genetik ini bisa menjadi tempat bagi peneliti dan pemulia tanaman untuk bertukar informasi dan sumber daya genetik. Fungsinya, tidak hanya menyimpan yang sudah ada.

"Namun, memfasilitasi pemulia tanaman salin bertukar sumber daya genetik sehinga bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan," kata Asep.

Kepala PIAT UGM, Taryono menambahkan, pendirian bank genetik sayuran di UGM lantaran jenis sayuran varietas lokal telah tergantikan oleh varietas unggul baru. Atau, tergeser ke daerah marginal yang susah dijangkau.

Itu merupakan akibat pertanian intensif yang makin pesat. Varietas lokal ini diperlukan dalam perakitan kultivar unggul masa depan, sehingga harus ada langkah penyelamatan salah satunya dengan pembentukan bank genetik sayuran

"Kelak, bank genetik ini dapat memfasilitasi permintaan dan pertukaran sumber daya genetik sayuran untuk kepentingan masyarakat global," ujar Taryono. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement