Senin 27 Aug 2018 13:41 WIB

Dosen UNS Dapat Dana Hibah Penelitian Rp 19 Miliar

Riset dibuat untuk memperbaiki tata kelola peredaran obat antibiotik di Indonesia.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Gita Amanda
Obat-obatan antibiotika. Ilustrasi
Foto: .
Obat-obatan antibiotika. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Ari Natalia Probandari, berhasil memenangkan hibah riset dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia sebesar 1,91 juta Dolar Australia atau senilai Rp 19 miliar. Hibah tersebut dimenangkan dalam konsorsium dengan UNSW Sidney, Universitas Gadjah Mada (UGM), London School of Hygiene and Tropical Medicine dan The George Institute for Global Health.

Dalam kesempatan tersebut, Ari bersama dengan teman dalam satu konsorsium membuat proyek penelitian berjudul Improving the Dispensing of Antibiotics by Private Drug Sellers in Indonesia: A Missing Ingredient in the Fight Against Antimicrobial Resistance. Ari mengatakan, tujuan riset tersebut dibuat untuk melakukan perbaikan dari tata kelola peredaran obat antibiotik di Indonesia. Khususnya yang berada di apotek atau toko obat swasta yang selama ini diduga masih menjual antibiotik secara bebas.

“Kenapa kami mengambil penelitian ini karena salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah resistensi terhadap antibiotik. Resistensi antibiotik ini terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak semestinya,” kata Ari, melalui siaran pers, Senin (27/8).

Melalui proposal tersebut, Ari bersama peneliti dari empat perguruan tinggi ingin melakukan berbagai tahapan bekerja sama dengan WHO dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Dalam kerja sama tersebut, Ari bersama dengan peneliti dari empat perguruan tinggi ingin memperbaiki tata kelola peredaran antibiotik.

Riset tersebut direncanakan berjalan selama tiga tahun atau 36 bulan ke depan. "Saat ini mulai tahap persiapan dan pencairan dana untuk masing-masing partner yang dikelola oleh UGM. Dan pada bulan Oktober mendatang, kami berlima akan bertemu membahas riset ini lebih lanjut,” imbuh Kepala Prodi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) UNS tersebut.

Ari menjelaskan, riset tersebut nantinya akan melalui tiga fase. Pertama, memahami persoalan terkait dengan peredaran antibiotik. Kedua, membuat intervensi serta mencoba memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana penggunaan antibiotik yang semestinya.

Kemudian, Ari dan tim mendorong supaya apotek atau toko obat bisa mematuhi regulasi yang ada. Ari dan tim juga berencana memberikan akreditasi kepada toko obat atau apotek supaya terdapat standarisasi dalam memberikan pelayanan penjualan obat.

Sedangkan fase ketiga yakni, melakukan evaluasi terkait ada atau tidaknya dampak dari intervensi serta apakah nantinya ada hambatan dalam pengambilan kebijakan tentang kesehatan di Indonesia.

Menurut Ari, edukasi terhadap masyarakat terkait cara mengonsumsi antibiotik dan memperbaiki tata kelola peredaran antibiotik sangat penting dilakukan. Sebab, jika terjadi resistensi antibiotik, maka biaya kesehatan akan menjadi lebih tinggi.

Dengan memperoleh hibah riset dari DFAT Australia tersebut diharapkan bisa memotivasi dosen-dosen lain untuk bersemangat dalam melakukan riset. Dalam menyusun proposal tersebut, Ari bersama rekannya dari empat negara membutuhkan waktu selama lima bulan. Pada akhir 2017, proposal dikirim dan pada Juli 2018 diumumkan proposal tersebut berhak mendapatkan dana hibah.

“Dan kami berharap melalui riset ini nantinya bisa memberikan masukan kepada Kemenkes tentang tata kelola peredaran antibiotik terutama yang selama ini dijual di apotek atau toko obat swasta,” pungkas Ari.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement