Rabu 12 Sep 2018 23:32 WIB

KPAI Sayangkan Tindakan Kekerasan di SPN Dirgantara Batam

KPAI menyebut mendapat informasi mengenai sel tahanan di SPN Dirgantara

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Komisioner KPAI Budiharjo (kiri), Ketua KPAI Asrorum Niam Sholeh (tengah) dan Wakil Ketua KPAI Putu Elvina (kanan) saat memaparkan refleksi akhir tahun KPAI di kantor KPAI, Jakarta, Rabu (30/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Komisioner KPAI Budiharjo (kiri), Ketua KPAI Asrorum Niam Sholeh (tengah) dan Wakil Ketua KPAI Putu Elvina (kanan) saat memaparkan refleksi akhir tahun KPAI di kantor KPAI, Jakarta, Rabu (30/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan peristiwa dugaan kekerasan yang terjadi di SPN Dirgantara, Batam. Terkait hal ini, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau dan Kemendikbud RI untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan sekolah. 

Berdasarkan informasi yang diterima KPAI, SPN Dirgantara memiliki sel tahanan yang digunakan untuk menghukum siswa. Siswa yang dinilai tidak disiplin akan dimasukkan ke sel tahanan tersebut dalam waktu yang beragam, bahkan ada yang ditahan lebih dari satu hari. 

Kasus yang saat ini mencuat berasal dari siswa berinisial RS (17). Ia diduga melakukan pelanggaran berat dan mengalami kekerasan hingga tangannya harus diborgol. RS juga mengalami tekanan psikologis karena foto dirinya saat didisiplinkan beredar di media sosial. 

"Keluarga itu merasa dirugikan karena foto-foto waktu anak diborgol, ditangkap itu dipublish," kata Komisioner KPAI Putu Elvina, saat ditemui di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Rabu (12/9). 

Menurut Putu, orang tua RS tidak mengetahui bagaimana kondisi anaknya di sekolah tersebut. Orang tua RS kaget karena dikirimi foto penangkapan dan sidang disiplin anaknya melalui Whatsapp. Foto tersebut dikirim oleh ED, salah satu pemilik modal sekolah tersebut. 

Foto-foto RS saat dihukum juga dikirim melalui Instagram sehingga banyak pihak yang mengetahui tindakan tersebut. Apalagi, foto tersebut juga ditambahi cerita-cerita yang tidak benar seperti RS dituduh telah melakukan pencurian, mengedarkan narkoba, dan melakukan pencabulan terhadap pacarnya. 

Pola pendidikan di sekolau tersebut menggunakan semi militer. ED sebagai pemilik modal tersebut sehari-hari membina latihan fisik, baris berbaris hingga sering menginap di sekolah. Sebuah asrama juga terdapat di sekolah ini, namun menurut KPAI tidak semua orang tua setuju dengan sistem asrama karena memberatkan biaya.

Sebelum kasus RS mencuat, pernah terjadi kekerasan di sekolah ini. Seorang siswa berinisial F mendapatkan kekerasan dari beberapa seniornya. Foto F saat pelepasan atribut sekolah juga diunggah ke Facebook oleh pihak sekolah sehingga membuat malu anak dan keluarganya. Akhirnya, F dipindahkan ke sekolah lain. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement