REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Guru se-Dunia yang jatuh pada 5 Oktober nampaknya dirayakan dengan 'tangisan' oleh para guru honorer di Indonesia. Karena pasca 73 tahun merdeka, mereka masih terabaikan.
"Guru honorer belum merasakan yang namanya kemerdekaan yang sesungguhnya karena tenaga dan pikiranya di fungsikan scara penuh sama pemerintah namun status dan haknya di abaikan atau tidak diberikan," ungkap Ketua Forum Honorer Kategori Dua Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih saat dihubungi Republika, Kamis (4/10).
Titi menjelaskan, selama ini tanggung jawab guru honorer sama persis seperti guru PNS, tidak kurang sedikitpun. Sebagai contoh, jelas dia, operator di sekolah rata-rata di pegang oleh guru honorer sedangkan guru berstatus PNS cukup menyuruh-nyuruh saja.
Padahal salah satu tugas operator sekolah adalah mengerjakan data pokok pendidikan (dapodik) yang di dalamnya ada syarat untuk pengajuan sertifikasi. Lalu yang disayangkan, setelah pengerjaan beres guru PNS akan mendapat tunjangan sertifikasi sedangkan yang mengerjakan yakni guru honorer hanya gigit jari.
"Ini tidak adil khususnya guru honorer K2 yang sudah mengabdi paling sedikit 14 tahu dan ada yang sudah lebih dari 30 tahun mengabdi," kata dia.
Pada momentum Hari Guru se-Dunia ini dia berharap, agar pemerintah bisa memberikan status yang jelas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) terhadap guru honorer K2. Jangan sampai, pengabdian guru honorer dilupakan begitu saja.
"Guru honorer tua karena mengabdi bukan karena keinginan sendiri untuk jadi tua. Justru di saat ini sudah seharusnya pemerintah memberikan penghargaan kepada pencerdas anak bangsa ini bukan terus di sudutkn dengan bertele-tele aturan yang tidak adil terhadap guru honorer yang tua-tua," tegas Titi.