Senin 08 Oct 2018 15:02 WIB

Kemendikbud Kaji Kurikulum Darurat untuk Wilayah Bencana

Kurikulum yang berlaku saat ini dinilai cukup efektif untuk kondisi darurat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nur Aini
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar diluar ruangan sekolah pascagempa di SDN 2 Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu (29/8).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar diluar ruangan sekolah pascagempa di SDN 2 Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu (29/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengklaim kurikulum yang berlaku saat ini efektif diterapkan dalam kondisi darurat sekalipun. Kendati begitu tidak menutup kemungkinan usulan pembentukan kurikulum sekolah darurat untuk wilayah terdampak bencana akan dipertimbangkan oleh Kemendikbud.

"Sebenarnya mau pakai kurikulum apapun, kalau di kondisi darurat itu bisa dilakukan. Tidak usah dibuat secara khusus, tapi kalau itu usulan bisa saja kami lakukan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Hamid Muhammad usai taklimat media terkait Gala Siswa Indonesia di kantor Kemendikbud, Senin (8/10).

Tanpa dibentuk kurikulum darurat pun, kata Hamid, selama ini Kemendikbud telah menerapkan kebijakan khusus untuk sekolah-sekolah di wilayah terdampak bencana. Hal itu misalnya dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN), jadwalnya akan lebih fleksibel tergantung pada kesiapan masing-masing daerah yang terdampak bencana.

"Seperti di Aceh kemarin, pelaksanaan UN itu ya jika sudah siap, tidak mengikuti jadwal yang ditentukan. Jadi ketika mereka tidak bisa belajar dan tidak siap, mereka tidak ikut (UN)," kata Hamid.

Dia menyebutkan, terkait aktivitas belajar di Kota Palu dan sekitarnya hingga saat ini belum berjalan efektif. Sebab tanggap darurat evakuasi gempa di Kota Palu baru akan dicabut pada tanggal 11 Oktober 2018.

"Otomatis kegiatan belajar mengajar juga belum disarankan dimulai ya. Walaupun hari ini SMPN 13 Palu sudah mulai beraktivitas," kata Hamid.

Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak dibentuknya kurikulum sekolah darurat di wilayah terdampak bencana seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan lain-lain. Kurikulum tersebut dinilai penting sebagai bentuk antisipasi pemerintah ketika menghadapi bencana.

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Lystiarti menilai, sangat tidak adil jika sekolah darurat harus menerapkan kurikulum nasional yang saat ini berlaku. Sementara sarana prasarana sangat minim, kondisi pendidik dan kondisi psikologis anak-anak  masih belum stabil, serta rendahnya kenyaman dalam proses pembelajaran di kelas.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement