REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kini memasukkan pendidikan gizi untuk para guru dalam Program Gizi Anak Sekolah (Progas). Pendidikan gizi tersebut sebagai upaya untuk mengentaskan kekurangan gizi anak di sekolah. Juga diharapkan mampu menyampaikan pendidikan gizi seimbang kepada siswa.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Didik Suhardi menyampaikan, pendidikan gizi ini merupakan program baru Progas pada tahun 2018. Dalam program ini Kemendikbud melibatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Southeast Asian Ministers of Education Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON).
"Dengan bekerja sama dengan SEAMEO RECFON, kami dapat menentukan kebutuhan nutrisi apa yang dibutuhkan setiap siswa serta kemudian merekomendasikan makanan lokal yang tersedia untuk memenuhinya," jelas Didik Suhardi di Jakarta, Rabu (17/10).
Didik menjelaskan, program ini bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi siswa TK dan SD terutama di daerah terpencil. Pemberian makanan tambahan ini dimaksudkan untuk memenuhi 10-20 persen kebutuhan kalori dan protein siswa.
Menurut laporan Indeks kelaparan global pada 2017, negara-negara di Asia Tenggara masih mengalami rawan pangan dimana anak-anak menjadi salah satu kelompok yang merasakan dampak buruk terbesar. Kekurangan gizi dapat membahayakan tumbuh kembang anak terlebih mempengaruhi prestasi belajar di sekolah.
“Makanan yang disajikan, selain harus aman juga harus disesuaikan dengan selera lokal. Bahan baku makanan yang disajikan berasal dari petani lokal. Artinya program ini bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan gizi anak, melainkan juga meningkatkan perekonomian lokal," ungkap Didik.
Di samping PROGAS, lanjut dia, saat ini Kemendikbud juga mendukung program keadaan darurat gizi. Seperti halnya beberapa negara Asia Tenggara lainnya yang rawan terhadap bencana alam, Indonesia harus membangun ketahanan terhadap dampak negatif bencana alam terhadap prestasi sekolah anak dan tumbuh kembang mereka.