REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Honorer Kategori Dua Indonesia (FHK2I) menilai aksi mogok mengajar yang masif dilakukan dibeberapa daerah merupakan bentuk kekecewaan guru honorer terhadap pemerintah. Untuk itu dia mendesak agar pemerintah daerah dan pusat membuat kebijakan yang berkeadilan bagi para honorer khususnya honorer K2.
"Wajar saja kalau teman-teman seperti di Cianjur masih melakukan mogok (mengajar). Karena itu juga bentuk kekecewaan teman-teman honorer kepada pemerintah," kata Ketua Umum FHK2I Titi Purbaningsih saat dihubungi Republika, Senin (22/10).
Titi menekankan, semestinya pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat memberikan apresiasi kepada para guru honorer. Karena para guru honorer telah turut berkontribusi mencerdaskan anak bangsa.
"Pemerintah harus ingat, kami mengabdi itu telah lama. Bahkan ada guru honorer yang mengajar puluhan tahun," kata Titi.
Titi menginformasikan bahwa pada 30 Oktober mendatang para tenaga honorer K2 akan kembali menggelar aksi di depan Istana Merdeka. Tuntutannya, jelas Titi, tetap sama yakni menuntut sebuah kebijakan yang berkeadilan dari pemerintah bagi tenaga honorer.
Selain itu, aksi tersebut juga merupakan kelanjutan dari tuntutan tenaga honorer yang ingin agar Undang-undang ASN direvisi. Sehingga seleksi CPNS bisa digelar tanpa ada batasan usia.
"Kami menuntut sebuah kebijakan yang bisa mengakomodir semua honorer K2 menjadi PNS tanpa batasan usia dan instansi. Bisa melalui revisi UU ASN atau kebijakan lain dari presiden," tegas dia.
Diketahui, aksi mogok ribuan guru honorer di Cianjur, Jawa Barat, akan terus berlanjut hingga pekan depan. Para guru honorer ini akan terus mogok mengajar hingga tuntutan mereka dikabulkan Pemkab Cianjur.
"Aksi mogok ini tidak berakhir pekan ini, tetapi akan terus berlanjut di pekan depan, selama tuntutan kami tidak dikabulkan," kata Ketua Forum Honorer Cianjur, Magfur, di Cianjur Jumat (19/10) lalu.
Ribuan guru honorer dari 10 kecamatan di Cianjur, pada beberapa hari terakhir ini melakukan aksi mogok, hingga saat ini dinas terkait di Pemkab Cianjur, belum merespon aksi tersebut. Bahkan kejelasan tuntutan mereka terkait legalitas berupa pemberian Surat Keputusan (SK), hingga saat ini belum mendapat titik terang sesuai janji Pemkab Cianjur.