REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Honorer Kategori Dua Indonesia (FHK2I) mendesak pemerintah agar merumuskan aturan seleksi calon pegawai pemerintah dalam perjanjian kerja (CPPPK) yang menguntungkan tenaga honorer K2. Salah satu yang dituntut yakni adanya kepastian pengangkatan tanpa ada yang tercecer lagi.
"Kalaupun ada tes ya hanya untuk perengkingan saja. Pengangkatannya juga di batasi dengan tahun yang jelas, misalnya 2 sampai 3 tahun bisa selesai dan semua bisa di angkat tanpa ada yang tercecer lagi," kata Titi ketika dihubungi Republika, Kamis (1/11).
Menurut Titi, teknis CPPPK yang bakal diteken masih mengacu pada sistem merit. Yang mana dengan sistem seleksi seperti itu tidak ada kepastian bagi honorer K2 apakah bakal diangkat atau tidak. Meskipun dalam seleksi PPPK, tenaga honorer K2 yang berusia lebih dari 35 tahun bisa mengikuti seleksi.
"Jika melalui sistem seleksi itu maka yang tidak lulus tes akan dikembalikan ke daerah dan juga tidak ada jaminan bagi K2 bisa diterima semua jadi PPPK karena masih tergantung hasil nilai tes nanti," jelas Titi yang tetap berharap agar pemerintah mau mengangkat honorer K2 menjadi PNS.
Kendati begitu Titi sangatlah kecewa dengan sikap pemerintah yang acuh tak acuh kepada tuntutan tenaga honorer K2. Bahkan setelah menggelar unjuk rasa beberapa kali pun, lanjut dia, tenaga honorer tidak pernah sekalipun diajak diskusi dan ditampung aspirasinya secara formil.
"Jadi bukan berarti kami tidak mau legowo menerima PPPK, namun kita belum tahu mekanisme PPPK seperti apa. Apakah menguntungkan atau merugikan?" kata dia.
Sebelumnya Karo Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) M. Ridwan berdasar pada Undang-undang yang berlaku pembatasan usia calon pegawai negeri sipil (CPNS) yakni sampai 35 tahun. Untuk itu, BKN pun tidak memiliki kapasitas untuk menerima atau menolak para THK2. Yang pasti, pihaknya bekerja sesuai peraturan yang berlaku
"Kami hanya mengikuti apa pun yang diputuskan oleh Pemerintah. Regulasi yang sekarang berlaku memang membatasi usia CPNS 35 tahun," kata Ridwan ketika dihubungi Republika, Kamis (1/11).
Adapun terkait Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), menurut Ridwan, hingga kini masih diproses. Dan dia pun tidak dapat menargetkan kapan Perpres tersebut akan diteken.
"Perpres PPPK masih diproses," ungkap Ridwan