REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai pelatihan-pelatihan ataupun bimbingan teknik yang selama ini digelar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan mengundang guru-guru di daerah hanya menghamburkan anggaran saja. Terlebih, Kemendikbud tidak pernah membeberkan dampak pasca pelatihan secara spesifik terhadap perubahan kompetensi siswa.
"Artinya, patut dicurigai, kegiatan seperti ini hanya membuang-buang anggaran tanpa tujuan yang pasti dan terukur," kata Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim kepada Republika, Jumat (16/11).
Ramli menjelaskan, meski alokasi anggaran pendidikan paling besar disalurkan ke daerah. Kendati begitu, Kemendikbud juga mengelola anggaran yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 40 triliun. Sehingga evaluasi terhadap pelatihan guru mesti dilakukan dan dikemukakan kepada publik.
"Pemerintah bisa membuang-buang uang seperti ini tanpa melakukan evaluasi efektivitas pada siswa atau murid. Tetapi pemerintah akan dengan mudah menyampaikan tidak ada anggaran untuk mencukupkan guru PNS di Sekolah-sekolah Negeri," ungkap Ramli.
Untuk efisiensi anggaran, dia menyarankan agar pelatihan guru dilakukan secara mandiri yaitu dari guru, oleh guru untuk guru. Maksudnya, Guru-guru dari seluruh indonesia tidak perlu dikumpulkan di pusat untuk mendapat pelatihan karena pasti itu membutuhkan ongkos mahal.
Kemendikbud, saran dia, cukup membuat panduan pelatihan guru yang ideal dan mendorong organisasi profesi guru yang ada di daerah melakukan pelatihan tersebut. Dia menambahkan, pelatihan guru harus bisa diaplikasikan di ruang-ruang kelas dan memberi perubahan, jangan hanya ceramah yang sebenarnya bisa dibaca sendiri oleh gurunya.
"Jadi Bimtek itu tidak perlu ada, cukup panduannya dibagikan lalu diwajibkan mempelajari dan dievaluasi pemahamannya secara acak," jelas dia. Ramli menilai, pola pelatihan seperti demikian lebih efektif ketimbang dengan mengundang guru-guru di daerah ke pusat.