REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pada Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni sebesar 14,7 juta orang atau 11,24 persen. Tingginya angka pengangguran SMK disebabkan karena banyaknya SMK yang tidak memiliki lab dan hanya belajar teori.
Wakil Kepala Sekolah SMKN 22 Jakarta Bidang Kurikulum Herni Setyawati menjelaskan, di DKI Jakarta jumlah SMK swasta ada 500 lebih banyak ketimbang SMK Negeri yang hanya 63. Banyaknya SMKS swasta yang tidak memiliki mutu itu menyebabkan banyak lulusan SMK yang tidak terserap industri.
"SMK di Jakarta yang bisa dihitung bagus, biasanya berbayar mahal. Banyak penduduk Jakarta yang lebih memiliki swasta yang murah, yang notabene kalau swasta tidak sesuai dengan keinginan perusahaan atau industri," kata Herni saat dihubungi Republika, Senin (12/11).
(Baca: Lulusan SMK Masih Dominasi Pengangguran di Jatim)
Dia mengumpamakan, banyak SMK yang membuka jurusan teknik namun di sekolah tersebut sama sekali tidak memiliki bengkel atau lab yang biasa digunakan di perusahaan atau industri. Sehingga lulusan teknik SMK tersebut hanya mengandalkan teori, tanpa praktik.
Menurut Herni, di SMKN 22 Jakarta sendiri, ada tren peningkatan lulusan yang terserap industri. Namun dia mengakui banyak juga lulusan SMKN 22 Jakarta yang belum bekerja sesuai dengan kompetensinya. Misalnya ada lulusan Teknik Komputer Jakarta (TKJ) memilih kerja di perkantoran dan lain-lain.
Sekolah, kata dia, harus memiliki cara untuk meningkatkan kualitas dan mutu. Ada banyak cara yang bisa dilakukan, seperti melakukan pelatihan siswa dan guru, mengikutsertakan siswa ke lomba-lomba nasional untuk menyiapkan siswa bersaing di dunia global.
"Agar mutu sekolah tetap bagus, SMKN 22 selalu melakukan pelatihan untuk peningkatan kompetensi baik siswa maupun gurunya, ikut lomba-lomba yang berkaitan dengan kompetensi masingmasing, seperti Lomba Keterampilan Siswa dibidang Networking Support , Sekretaris, Akuntansi dan lainnya," jelas dia.