Rabu 28 Nov 2018 20:00 WIB

FSGI: Lebih Baik Ubah Paradigma Guru daripada Ubah Pelajar

Metode pembelajaran dan penyampaian PMP tidak hanya sekadar hafalan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Muhammad Hafil
Guru sedang mengajar/ilustrasi
Guru sedang mengajar/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritisi wacana menghidupkan kembali Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di lembaga pendidikan Indonesia. Menurut FSGI, seharusnya pemerintah fokus mengubah paradigma dan meningkatkan kompetensi guru bukan mengubah mata pelajaran.

Sebab kurikulum atau konsep pendidikan yang bagus tidak akan bisa diimplementasikan secara optimal, jika kompetensi guru sebagai ujung tombak pendidikan minim.

"Makanya yang dibenahi itu mestinya paradigma guru, kompetensi guru. Bukan mengubah mata pelajaran dan menambahkan materi lagi. Apalagi menghidupkan lagi PMP yang sarat muatan nilai-nilai Orde Baru," tegas Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/11).

Selain persoalan jumlah dan kompetensi guru yang minim, kata Satriwan, persoalan sebenarnya dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah beban yang terlampau banyak, yang mesti dipikul guru dan siswa. Beban ini akan bertambah lagi jika PMP masuk menjadi mata pelajaran baru.

Untuk itu menurut dia, semestinya Kemendikbud fokus saja memberi pelatihan Kurikulum 2013 revisi yang masih membingungkan bagi banyak guru. Lalu disain pembelajaran abad-21, keterampilan berpikir, praktik literasi, penilaian dan lainnya.

"Inilah yang belum dirasakan secara penuh oleh para guru. Pelatihan yang Berbobot, Berkualitas, Bermanfaat, Berkelanjutan dan Evaluatif (4B 1E). Bukan yang asal pelatihan tanpa evaluasi dan berkelanjutan. Kurikulum 2013 saja masih belum terimplementasi secara nasional dan belum baik dalam praktiknya. Mestinya ini yang diperkuat. Bukan menambah yang sudah ada, mengganti nama yang sebenarnya kontennya sudah ada, dan sama pula," sesal dia.

Sebenarnya, lanjut Satriwan, nilai-nilai karakter dan moral Pancasila sedang dan sudah mulai dipraktikkan dalam pembelajaran, khususnya dalam Kurikulum 2013. Seharusnya Kemendikbud lebih gencar memberikan penguatan-penguatan kepada guru sehingga pendidikan Pancasila bisa optimal diterima siswa.

"Seolah-olah setelah ada matpel PMP di sekolah, para siswa dan guru akan langsung toleran, moderat dan cinta NKRI?! Ya tidak mungkin. Inilah kelemahan sistem pendidikan nasional kita adalah kebijakan yang reaksioner, emosional, dan terkesan simbolis, mengutamakan merek/nama. Kebijakan pendidikan yang tidak berkelanjutan (diskontinu), formalistik, dan mementingkan nama ketimbang isi," ungkap dia.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal membekali guru dan tenaga kependidikan tentang nilai-nilai luhur Pancasila. Tujuannya, agar para guru siap mengajarkan pendidikan moral pancasila (PMP) yang rencananya akan kembali diajarkan di sekolah.

Terlebih metode pembelajaran dan penyampaian PMP tidak hanya sekadar hafalan, namun harus terfokus pada praktek seperti kegiatan kelompok dan lain-lain. Untuk itu, guru harus menjadi fasilitator dan mediator yang baik agar nilai-nilai luhur Pancasila bisa dipahami dan benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh semua siswa.

“Oh iya (guru juga akan dibekali pemahaman tentang PMP). Guru ini kan yang kita kelola kemendikbud hampir 3 juta guru. Metodenya tidak perlu lagi menghafal, tapi melalui proyek-proyek, kegiatan kelompok, itu yang kita akan sebarkan kembali,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Supriano di Jakarta.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement