REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Snackbar atau foodbar sepertinya sudah menjadi tren camilan tersendiri di pasaran. Selain enak, makanan ringan ini dianggap sehat untuk dikonsumsi siapapun. Bahkan, beberapa merek sangat menonjolkan nilai diet sehat di makanan tersebut.
Nyatanya, tak banyak yang tahu kebanyakan nutrisi yang dikandung snackbar atau foodbar di pasaran tak 100 persen sehat. Dengan kata lain, tidak semua individu dapat mengonsumsi makanan ringan tersebut. Sebab, kandungan gula di dalamnya ternyata cukup tinggi sehingga kurang cocok dinikmati bagi penderita diabetes mellitus tipe 2.
Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), Universitas Brawijaya (UB), Nur Avidha Surayya menjelaskan, foodbar di pasaran biasanya terbuat dari beras dan gula jenis glukosa sirup. Namun kandungan gula pada makanan tersebut bisa mencapai skala 100.
"Itu lumayan tinggi," kata Vidha saat ditemui Republika.co.id di UB Kota Malang, Senin (3/11).
Melihat situasi tersebut, Vidha dan lima mahasiswa FTP lainnya mencoba mencari solusi lain. Lima mahasiswa lainnya yakni Elinna Primadiani, Maulidia Hilali, Elvia Rahmawati, Anggara Nur Rushydi dan Jamaluddin Asy-syauqi. Mereka berupaya meneliti bahan makanan apa yang cocok dikonsumsi dalam bentuk snackbar atau foodbar.
Sorghum.
Setelah mempelajari banyak literatur, keenam mahasiswa ini akhirnya menemukan sorghum sebagai bahan alternatif. Serealia ini terbilang kurang dikenal masyarakat awam sehingga tim berpikir untuk mulai mempopulerkannya. Terlebih lagi, serealia lokal ini memiliki kandungan yang cocok untuk para penderita diabates mellitus tipe 2.
Anggota tim, Elinna Primadiani menjelaskan, sorghum pada dasarnya hanya dapat ditemukan di daerah berlahan kering. Di antara sejumlah benua, serealia tersebut hanya dapat tumbuh di Asia dan Afrika. Di Pulau Jawa, timnya mengungkapkan, sorghum berkembang dengan baik di Lamongan, Jawa Timur.
"Kita juga sempat melihat dan menemukan juga di Malang Selatan," tambah perempuan berusia 20 tahun tersebut.
Menurut Elinna, sorghum acap digunakan sebagai bahan makanan tradisional. Beberapa di antaranya seperti kue kukus bercampur serutan kelapa dan terigu. Dari bentuk terigu, sorghum bisa dikembangkan menjadi mie maupun berbagai jenis kue lainnya.
Dari segi kandungan, Elinna mengatakan, kandungan gula sorghum lebih rendah dibandingkan nasi atau beras. Perbandingannya kandungan gulanya sekitar 60 dan 47 untuk sorghum. "Kalau diabetes mellitus itu rentan dengan konsumsi makanan yang berkadar gula tinggi. Nasi kadar gulanya 60 sedangkan sorghum 47, termasuk rendah," jelas perempuan asli Sidoarjo ini.
Selain itu, sorghum memiliki serat tinggi dan senyawa flavonoid. Flavonoid sendiri merupakan bagian dari antioksidan yang dapat ditemukan di beberapa jenis buah-buahan, tanaman maupun sayuran. Karena kandungan-kandungan tersebut, Elinna dan tim berharap, sorghum dapat memengaruhi kadar gula pada snackbar atau foodbar.
Mahasiswa Universitas Brawijaya mengembangkan sorghum sebagai alternatif camilan bagi penderita diabetes.Mahasiswa Universitas Brawijaya mengembangkan sorghum sebagai alternatif camilan bagi penderita diabetes.
Selain sorghum, keenam mahasiswa UB ini juga memadukan kandungan nira. Nira sendiri merupakan cairan manis yang dapat diperoleh dari batang tanaman seperti tebu, sorghum, mapel, bit dan sebagainya. Untuk penelitian kali ini, Elinna menambahkan nira sorghum dan tebu.
"Dan dari sini kita melihat efek sorghum yang ditambahkan dua nira dalam foodbar. Sorghum ternyata dapat menurunkan dan menstabilkan gula bagi penderita diabetes mellitus tipe dua," ujar dia.
Karena penelitian tersebut, mahasiswa semester lima ini sempat memeroleh penghargaan dari PT Nutrifood. Dari 300-an naskah mahasiswa S1 se-Indonesia, mereka ditetapkan sebagai pemenang. Temuan sorghum Elinna dan tim akhirnya memeroleh dana bantuan puluhan juta dari perusahaan swasta tersebut.
Elinna menilai, terpilihnya penelitian tim karena produk yang ditawarkan. Hampir sebagian besar peserta hanya sekedar menyajikan penelitian berbahan 'mentah'. Sementara timnya sudah mampu menampilkan produk penelitian dalam bentuk 'jadi'.
"Kalau yang lain baru ekstrak atau potensi-potensi gitu penelitiannya sehingga tidak bisa langsung dikomersilkan sedangkan kami sudah produk jadi, sorghum bar. Dari komoditas lokal dan belum dikenal juga dengan masyarakat awam," tambah dia.
Dengan bantuan dana penelitian ini, Elinna dan tim tentu dapat mengembangkan riset sorghum ke depannya. Mereka dapat melakukan berbagai uji laboratorium termasuk pada manusia. Di uji tersebut, mereka mampu mengetahui secara pasti apakah produk penelitiannya dapat memberikan pengaruh atau tidak bagi penderita diabetes mellitus tipe 2.
Para mahasiswa kebanggaan UB ini berharap, masyarakat dapat mengenal lebih jauh tentang manfaat sorghum. Hal yang paling penting, warga bisa mengetahui manfaat dari komoditas lokal tersebut. Kandungan dan manfaat di dalam sorghum dipastikan memiliki nilai lebih dibandingkan jenis serealia lainnya.
"Dan selain kita bisa ngemil, kita bisa jaga kesehatan juga (dengan mengonsumsi) foodbar dari sorghum," tambahnya.