REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menginisiasi pemetaan terumbu karang di Indonesia sejak 1998. Hingga saat ini, luas terumbu karang Indonesia yang terpetakan mencapai 25.000 kilometer persegi (km2) atau sekitar 10 persen total terumbu karang dunia yaitu seluas 284.300 km2.
Kepala LIPI Laksana Tri Handoko merasa tak heran dengan penemuan itu sebab Indonesia terletak di dalam segitiga terumbu karang. Aset alam ini menyediakan berbagai barang dan jasa, berkontribusi terhadap kesejahteraan lebih dari 60 juta orang yang tinggal di wilayah pesisir Indonesia.
Proses pemetaan berasal dari program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) yang telah berjalan dalam tiga fase. Tahap pertama berlangsung pada tahun 1998-2004, COREMAP melakukan kegiatan penguatan kelembagaan, kesadaran masyarakat, riset dan pemantauan, serta penegakan hukum dan pengelolaan berbasis masyarakat.
Tahap kedua dalam waktu 2004-2011, COREMAP difokuskan pada tahapan implementasi dan percepatan, dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutanase. Sementara COREMAP-Coral Triangle Initiative (COREMAP CTI) merupakan tahap ketiga untuk melembagakan pendekatan yang telah dibentuk pada fase sebelumnya.
Tujuannya agar dampak kegiatan dapat berlangsung secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Menurut Handoko, program COREMAP telah menghasilkan data dan informasi yang signifikan dalam upaya restorasi dan pengelolaan ekosistem pesisir khususnya terumbu karang di Indonesia.
“Capaian penting yang telah dihasilkan di antaranya indeks kesehatan ekosistem terumbu karang dan padang lamun, monitoring kesehatan eksosistem terumbu karang dan padang lamun, penyusunan basis data ekosistem pesisir nasional, pelatihan dan sertifikasi, riset prioritas berbasis kebutuhan serta penyelenggaraan ekspedisi pulau-pulau terluar,” jelasnya dalam keterangan resmi di situs LIPI yang diakses pada Ahad, (16/12).
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Dirhamsyah menjelaskan hasil kegiatan monitoring dan pengukuran terkini menunjukkan luas terumbu karang Indonesia mencapai 25.000 km2. Terumbu karang Indonesia, kata dia, tak hanya luas, tetapi juga terdiri dari berbagai jenis.
“Sebagai pusat segitiga karang dunia, Indonesia memiliki keanekaragaman jenis karang paling tinggi yaitu 569 jenis dari 82 marga dan 15 suku atau sekitar 70 persen lebih jenis karang dunia dan 5 jenis diantaranya merupakan jenis yang endemik,” ujar Dirhamsyah.
Di sisi lain, terdapat Ekspedisi Nusa Manggala hingga 23 Desember untuk memetakan potensi sumber daya pesisir di pulau-pulau terdepan Indonesia di provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku Utara. Khususnya di Samudera Pasifik yakni Pulau Yiew, Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondi, dan Liki.
“Ekspedisi ini mencakup empat tema yaitu ekologi, daya dukung lingkungan, geomorfologi, dan sosial-ekonomi,” ucapnya.
Hasil ekspedisi menunjukkan pulau Yiew memiliki tutupan karang dengan kondisi sedang (26 persen) dengan 44 spesies ikan karang, 29 spesies moluska dan 12 spesies burung, 2 diantaranya adalah spesies endemik. Sedangkan Brass-Fanildo diketahui memiliki atol yang sangat luas dengan tutupan karang yang baik (65 persen) dan beragam karang hias. Atol tersebut menjadi tempat perlindungan bagi beragam biota laut dari kondisi ekstrim Samudera Pasifik untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Himpunan data, informasi dan pengetahuan selama riset kemudian disimpan dalam Pusat Data Ekosistem Pesisir (PUSDEP) yang merangkum seluruh data, informasi dan hasil riset. Data-data ini nantinya berguna untuk berbagai kepentingan terkait pemantauan ekosistem, edukasi dan studi lanjut.
“Lewat PUSDEP data dapat dengan mudah dan cepat diakses lewat aplikasi portal internet yang mudah digunakan,” sebutnya.