Rabu 16 Jan 2019 18:35 WIB

'Pendidikan di Indonesia Kehilangan Jiwa'

Pendidikan seharusnya memanusiakan manusia.

 Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang juga Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Candra, memberikan materinya pada Seminar Pendidikan Abad 21 Gerakan Sekolah Menyenangkan, Senin (7/8).
Foto: Nico Kurnia Jati
Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang juga Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Candra, memberikan materinya pada Seminar Pendidikan Abad 21 Gerakan Sekolah Menyenangkan, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pendidikan di Indonesia dinilai telah kehilangan jiwa. Hal itu disebabkan dengan konsep pendidikan yang mengutamakan nilai ujian seperti saat ini tanpa sadar telah menjadikan anak-anak didik sebagai robot.

"Pendidikan Indonesia telah kehilangan jiwa karena lebih mementingkan nilai (ujian). Padahal pendidikan seharusnya memanusiakan manusia," kata Psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Candra, Rabu (16/1).

Novi menjelaskan, model pendidikan yang kebanyakan diterapkan sekolah-sekolah di Indonesia jarang menstimulasi area otak Prefrontal Cortex, yang mana merupakan area otak yang bekerja untuk menganalisis, berpikir kritis, dan membuat keputusan-keputusan penting. 

"Padahal itu yang paling penting untuk menumbuhkan karakter dan kemampuan nalar," kata co-founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) tersebut.

Para murid selama ini lebih banyak dilatih untuk menghafalkan soal-soal ujian. Padahal metode seperti itu sudah tidak relevan lagi di era disrupsi seperti saat ini. "Saat ini yang dibutuhkan adalah high order thinking skills untuk membentuk generasi pencipta," kata Novi.

Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah sebuah ekosistem sekolah yang menyenangkan. Karena jika anak tidak bahagia saat sekolah maka otak Prefrontal Cortex tak akan bisa bekerja secara optimal. Akibatnya, nalar anak menjadi tidak bekerja, menjadi tidak kritis, dan lain sebagainya.

"Jika kondisi sekolah kita tidak membahagiakan maka pendidikan karakter yang selama ini didengungkan pemerintah hanya menjadi slogan semata," ujarnya.

Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, mengungkapkan sebuah konsep yang dipakai media sosial yakni habit-forming products. Yaitu konsep yang membuat orang menjadi kecanduan terhadap media-media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lain-lain. Menurut dia, konsep tersebut cocok diterapkan untuk sekolah-sekolah di Indonesia.

"Sekolah harus mampu membuat siswanya kecanduan untuk berada di sekolah. Caranya beberapa di antaranya adalah membangun apresiasi dan feedback terhadap anak, sehingga anak merasa dilibatkan dalam sistem pembelajaran, " kata dosen Teknik UGM itu.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement