Senin 25 Feb 2019 22:20 WIB

Kisah Yuna, Beasiswa, dan Kuliah di UI

Rektorat UI diharapkan menyediakan beragam beasiswa bagi berbagai kalangan

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra*

Qurrata Ayuna Adrianus namanya. Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia (UI) angkatan 2015 ini berstatus sebagai penyandang disabilitas yang harus selalu memakai kursi roda untuk menuju ke kampus. Yuna, panggilan akrabnya, merupakan salah seorang korban selamat dari reruntuhan lembaga bimbel Gama di Kota Padang, yang terkena gempa dahsyat pada 30 September 2009.

Baca Juga

Pengalaman traumatik tidak membuat Yuna patah semangat menjalani hidup. Dia pun bisa lekas bangkit untuk menggapai cita-citanya. Salah satu yang berhasil diwujudkannya adalah dengan berkuliah di UI lewat beasiswa. Dalam testimoni yang diunggah di akun Instagram resmi UI, @univ_indonesia, Yuna menceritakan perjuangannya untuk bisa berkuliah di kampus yang terletak di Kota Depok ini.

Pada awalnya, Yuna mengisahkan kekhawatirannya menjalani pendidikan di UI, lantaran terbentur biaya. Namun, kendala itu teratasi setelah ia lolos mengikuti seleksi penerimaan beasiswa Bidikmisi. 

Sesudah itu, Yuna masih memikirkan masalah fasilitas kampus apakah ramah dengan mahasiswa yang memakai kursi roda. Yuna takut kalau terjadi sesuatu yang menimpanya, sehingga butuh pertolongan. Apalagi, ia tinggal tidak bersama dengan orang tua. 

Ternyata, setelah Yuna menjalani kehidupan di kampus, semua bayangan ketakutan itu sirna. Dia malah mendapatkan banyak kemudahan berupa bantuan dari rekan-rekannya, sehingga segala kesulitannya dapat teratasi.

"Perjuangan sebelum masuk UI sempat merasa insecure, tapi lama-lama aku bisa bangun hubungan dan sosialiasi dengan semua orang. Sekarang punya network dan wawasan lebih luas," ujar Yuna yang kini juga sibuk menjadi asisten dosen.

Menurut Yuna, raihan beasiswa yang diterimanya bisa membuatnya lebih fokus belajar. Masalah finansial yang sempat menggelayut di pikirannya kini hilang. Dia pun malah termotivasi untuk lebih giat menuntut ilmu lantaran wajib mempertanggungjawabkan beasiswa yang didapatnya dari pemerintah.

Yuna berharap, rektorat UI bisa semakin menyediakan beragam beasiswa agar calon mahasiswa UI bisa berasal dari semua kalangan. Pun bagi mereka yang memiliki prestasi akademik mumpuni, namun terkendala biaya, tidak terhalang untuk bisa kuliah, lantaran masalah itu tertangani dengan adanya beasiswa.

"Harapan aku, Bidikmisi dan beasiswa lainnya dibutuhkan banget oleh anak UI, bukan hanya untuk meningkatkan finansial, tapi juga meningkatkan motivasi agar lebih semangat berprestasi di UI," kata Yuna.

Dia juga mengapresiasi sarana dan prasarana kampus yang aksesbilitasnya bisa mewadahi kalangan disabilitas. Karena itu, Yuna tidak kesulitan ketika harus memakai kursi roda untuk mencapai tempat perkuliahan. Ditambah adanya bus kuning yang mengelilingi kampus, mobilitas Yuna sangat terbantu. 

Dia mengaku, suka naik bus kuning lantaran ingin sekaligus bisa bersosialisasi dengan mahasiswa lain. Yuna pun sampai pada sebuah kesimpulan, keterbatasan fisik yang dialaminya tak bisa menghalanginya untuk merengkuh cita-cita.

"Aku tak mau menyerah, kalau ditanya apakah kondisi ini menjadi hambatan? Iya benar! Karena aku pakai kursi roda. Buatku meski kakiku tidak ada, aku pasti bisa melangkah," kata Yuna yang bercita-cita ingin menjadi software engineering ini.

Belajar dari perjuangan yang dialami Yuna, bisa ditarik kesimpulan kalau semua orang tanpa memandang identitasnya bisa kuliah di UI tanpa perkecualian. Asalkan ada semangat dan pantang menyerah untuk mengatasi keadaan, pasti selalu ada jalan keluar untuk dapat menikmati pendidikan berkualitas.

Selama ini, di sebagian kalangan, ada anggapan kalau mereka yang bisa kuliah di kampus yang identik warna kuning tersebut hanyalah untuk kelompok berduit saja. Namun, semua isu miring itu terbantahkan dengan testimoni yang disampaikan Yuna, dan mungkin mahasiswa-mahasiswa lain yang berhasil mengatasi hambatan hingga dapat tercatat sebagai mahasiswa UI.

Rektor UI Muhammad Anis pernah menyinggung tentang calon mahasiswa penyandang disabilitas yang mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) 2018 di kampusnya yang mencapai 11 peserta. Menurut Anis, tidak ada perlakuan istimewa yang didapat mereka agar bisa lolos diterima di UI. 

photo
Rektor UI Muhammad Anis memberikan sambutan pada pembukaan acara Wakaf Goes to Campus di Kampus UI Salemba, Jakarta, Kamis (24/5).

Hal itu dilakukan agar calon mahasiswa yang lolos benar-benar didasarkan kemampuan akademiknya, bukan lantaran merasa kasihan atau mendapat bantuan. "Kalau diterima ya kita treatment (perlakukan) sama dengan yang lainnya," kata Anis.

Meski begitu, Anis berjanji, untuk memberikan fasilitas terbaik agar mahasiswa penyandang disabilitas tersebut bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Hal itu lantaran mereka memiliki fisik yang berbeda dengan mahasiswa normal. Sehingga dalam hal tertentu membutuhkan bantuan orang lain maupun pihak kampus agar bisa menjalani pendidikan dengan baik.

Mengacu hal itu, tujuan rektorat UI tidak memberikan perlakuan khusus kepada mereka yang berbeda karena memiliki tujuan mulia. Pasalnya, penyandang disabilitas harus benar-benar menunjukkan bakat dan kemampuannya untuk diterima di UI itu dengan melewati ujian yang sudah ditetapkan. 

Sehingga, ketika mereka diterima maka penilainnya murni berdasarkan kapabilitas diri, bukan faktor nonteknis. Dengan begitu, berarti UI sudah menerapkan prinsip keadilan bagi semua semuanya tanpa melihat latar belakang calon mahasiswa. Penulis pun percaya, para calon mahasiswa juga tidak membutuhkan keistimewaan tertentu, karena pasti merasa bangga kalau diterima di UI berdasarkan nilai tes.

Afirmasi

Selain beasiswa Bidikmisi, calon mahasiswa yang ingin kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk di UI juga bisa mengincar beasiswa Afirmasi. Mereka yang memenuhi beberapa kriteria tertentu, seperti berasal dari daerah tertinggal, termasuk keluarga prasejahtera, penyandang disabilitas, berprestasi (bidang olahraga, seni, keagamaan, maupun Olimpiade), serta lulusan pondok pesantren, yang memiliki kualifikasi mumpuni bisa mendapatkan beasiswa Afirmasi. 

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir mengatakan, pihaknya telah meningkatkan akses bagi mahasiswa yang ekonominya kurang beruntung agar tetap mengenyam pendidikan di PTN. Caranya dengan memperluas penerima beasiswa Afirmasi, khususnya dari Papua dan daerah 3T agar mereka mendapat pendidikan bagus, termasuk di UI. “Jadi sekarang tidak ada lagi istilah anak miskin tidak bisa masuk perguruan tinggi negeri. Itu sudah nggak ada lagi,” kata Nasir.

Mengacu hal itu, di sinilah peran UI untuk memperjuangkan dan menjembatani agar penerima beasiswa Afirmasi jumlahnya semakin banyak. Sebagai kampus di Indonesia dengan peringkat tertinggi versi QS World University Rankings, UI sebaiknya terus berinovasi menjaring mahasiswa dari berbagai pelosok negeri. Di samping cara reguler membuka jalur undangan, perlu juga UI melakukan terobosan baru supaya semakin banyak anak muda dari pelosok negeri bisa diterima di kampus Depok.

Kalau selama ini road show hanya dilakukan di kota-kota besar, sebaiknya UI mulai mengunjungi daerah 3T, yaitu tertinggal, terdepan, dan terluar. Mau tidak mau, UI juga perlu sedikit repot untuk proaktif berkeliling mendatangi daerah demi merekrut mahasiswa terbaik.

Karena bagaimana pun, nama besar UI merupakan jaminan bagi semua calon mahasiswa yang mengidam-idamkan bisa kuliah di situ. Selain karena prestise, tidak diragukan lagi citra UI sebagai kampus terbaik di Tanah Air sangat melekat di kalangan mahasiswa. 

Dengan menjaring bibit di daerah 3T maupun Indonesia bagian timur, UI akan dianggap turut berkontribusi dalam melahirkan bibit-bibit unggul yang selama ini tidak terpantau. Dengan cara itu pula, UI bisa dianggap sebagai kampus yang memberikan kesempatan dan akses terbuka bagi semuanya untuk menjajal peruntungan mendapatkan pendidikan bermutu di kampus terbaik di negeri ini. 

Penulis adalah wartawan Republika.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement