REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah guru dari pengurus Forum Honorer Kategori Dua Persatuan Guru Republika Indonesia (FHK-2 PGRI) masih belum setuju dengan kebijakan pemerintah mengadakan tes untuk honorer dalam program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Menurut salah satu perwakilan dari Jawa Timur, rekrutmen harus bisa mengakomodasi seluruh honorer K2 secara bertahap.
"Rekrutmen bila tidak mengakomodasi dan merekrut semua K2 secara bertahap sama halnya menghilangkan nilai keadilan bagi honorer tersebut apapun alasanya," kata Ketua Pengurus Daerah FHK2-PGRI Magetan Jawa Timur, Hadi Warsito, Selasa (5/3).
Ia mengatakan, pemerintah seharusnya menyelesaikan polemik ini tanpa harus mengorbankan lagi honorer K2 yang tidak lolos tes. Sebab, kata dia, guru honorer K2 sudah memiliki data jumlah yang terverifikasi dan tervalidasi, sehingga harus diselesaikan tuntas tanpa meninggalkan K2 yang lain.
"Bila pemerintah punya dasar rasa keadilan dan prikemanusiaan, selesaikan honorer K2 secara bertahap tanpa harus mengorbankan lagi honorer K2 dengan tidak lolos tes," kata Hadi menegaskan.
Sementara itu, perwakilan honorer K2 dari Cakung Jakarta Timur, Heru Wismono beranggapan rekrutmen ini tidak berpihak kepada guru yang sudah mengabdi lama. Ia juga menilai saat ini tidak semua daerah memiliki anggaran besar.
"PPPK harus ditolak karena perbudakan gaya baru," kata dia.
Pendapat senada datang dari honorer K2 dari Konawe, Sulawesi Tenggara, Tri Astuti Wahyuningsih. Tri merasa tidak ada penghargaan atas pekerjaannya selama ia bertugas mengajar di sekolah.
Menurut Tri, selama ini dalam pekerjaannya menjadi guru, ia memiliki tugas yang sama dengan guru yang sudah menjadi PNS. Oleh sebab itu, ia menilai tidak adil apabila para guru honorer K2 hanya diberi peluang untuk menjadi PPPK.
Pemerintah, kata Tri, terlalu kaku dalam memgambil kebijakan-kebijakan untuk guru honorer K2. "Apalagi guru yang sudah usia 35 tahun ke atas seharusnya sudah bsia selesaikan dengan pengangkatan CPNS yang dilihat dari masa kerjanya," kata dia.