REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kementerian Agama (Kemenag) berencana untuk membuat petunjuk teknis guna mengatur kegiatan ekstra kurikuler Rohani Islam (Rohis) di sekolah-sekolah. Rencana tersebut menuai respons dari banyak pihak, salah satunya dari aktivis Rohis itu sendiri.
Yusuf Bahtiar salah satunya yang ketika sekolah di SMK Teratai Putih 1, Kayuringin, Bekasi Selatan pada 2008 hingga 2011 menjadi aktivis Rohis. Ia tidak setuju dengan rencana Kemenag tersebut. "Menurut saya, itu tidak separah yang dipikirkan Kemenag. Yang diajarin (di Rohis, Red) baca Alquran, trus diskusi yang ringan-ringan. Gitu-gitu doang," ungkap Yusuf, Kamis (28/3).
Ia pun menjelaskan, kegiatan di Rohis tidak pernah menyinggung hal-hal lain misalnya persoalan ideologi seperti yang dikhawatirkan Kemenag. Menurut Yusuf, siswa yang aktif di Rohis juga tidak pernah mengundang pembicara dari luar seperti yang akan diatur Kemenag sekarang.
"Kita kan pembicaranya kita-kita juga. Kita duduk ngelingkar dan diskusi setiap Jumat sepulang sekolah. Itu ada guru pembimbing juga yang ngasih materi biasanya," sebut pria lulusan jurusan Teknik Komputer itu.
Secara rinci, Yusuf menjelaskan, kegiataan Rohis itu berupa pelajaran fikih, ngaji bareng, dan ceramah berupa diskusi. "Tidak sampai tasawuf. Keseharian beribadah saja, kok," tegasnya.
Maka dari itulah, Yusuf tidak setuju dengan rencana Kemenag itu. Ia menambahkan, acara yang dibuat Rohis pun selama ini selalu dibawah pengetahun guru pembimbing dan juga kepala sekolah.
Meski demikian, untuk wacana dari Kemenag melakukukan evaluasi terhadap guru agama, ia cukup setuju. Menurut dia, tindakan itu lebih tepat dibandingkan mengontrol Rohis sedemikian rupa. "Kalau guru sudah di edukasi, kan ke Rohis-nya juga menular. Karena yang bimbing kan guru juga," kata pria yang sekarang bekerja di perusahaan swasta itu.
Ia pun menceritakan, memang terdapat beberapa guru yang memberikan penjelasan agama terlalu dalam kepada siswa, padahal untuk anak setingkat SMK/SMA itu terlalu sulit untuk dimengerti. "Kayak pengajaran yang mendalam, tapi siswa kan belum tahu dan bisa sesuai yang guru sampaikan. Makanya muncul berbagai kesalahpahaman," tutur dia.
Selain itu, Yusuf juga mendukung wacana evaluasi atau pembaharuan kurikulum agama di sekolah-sekolah. Ia berharap kurikulum yang baru lebih bisa menjawab tantangan ke depan dalam beragama dan hidup berbangsa. "Ya semoga kurikulumnya lebih mengajak siswa untuk lebih taat beribdah dan juga hidup dengan damai berdampingan dengan yang lain," tutupnya.