REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi Alfian Edgar Tjandra atau Edgar (18) matematika bukanlah pelajaran yang menakutkan. Dia bahkan sudah mengenalnya sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).
"Pertama kali dikenalkan orang tua dengan matematika waktu TK dengan permainan logika Think Fun, ini sangat membantu saya terutama dalam mengerjaka soal yang banyak," ujar Edgar saat ditemui di Sekolah Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (7/4).
Berkat kecintaannya akan matematika, Edgar meraih sejumlah penghargaan nasional dan tingkat internasional. Pada 2012 saat duduk dibangku kelas lima SD, ia mendapat medali perak pada ajang olimpiade matematika di India. Pada 2013, ia berhasil meraih medali perak pada ajang olimpiade matematika di Bulgaria. Begitu juga pada ajang olimpiade matematika meraih medali Absolute Winner atau medali emas pertama pada 2014.
Ia juga meraih medali perunggu pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan mendapat medali perunggu saat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan medali emas OSN SMA. Edgar yang meraih medali perak di International Mathematical Olympiad (IMO) ke-59 tingkat SMA di Cluj-Napoca, Rumania pada 2018.
Sebenarnya,dulu ia kurang tertarik dengan matematika. Ketika kecil ia mengaku anak yang nakal dan hiperaktif. Ia bahkan pernah beternak ikan piranha selama dua bulan. Cita-citanya saat SD malah ingin menjadi atlet tenis. Namun ketika SMP, kakinya cedera dan malas latihan tenis. Sejak saat itu, ia menekuni matematika.
Edgar yang duduk di kelas XII SMA Kharisma Bangsa itu, juga mengaku sangat beruntung orang tuanya tidak mengenalkannya dengan matematika dengan soal-soal, melainkan dengan permainan. Ia mengaku tidak menyenangi belajar matematika melalui soal, bahkan ia hanya bertahan selama enam bulan saat mengikuti les matematika.
"Orang tua sangat berperan dalam hal ini, saya tidak pernah dikenalkan melalui soal-soal yang banyak tetapi melalui permainan," kata dia lagi.
Edgar juga mengaku beruntung karena keluarganya juga menyenangi matematika. Ayahnya yang seorang pengusaha dan tiga kakaknya juga menyenangi matematika. Meski bergelar juara, ia tak melulu belajar. Disela-sela waktunya ia gunakan untuk bermain game online.
Saat siswa-siswa lain mengeluhkan sulitnya soal Ujian Nasional (UN) Matematika jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), ia mengaku yakin bisa mendapatkan nilai terbaik. Menurutnya, soal UN matematika berbeda dengan yang ada pada buku pelajaran, yang mana lebih banyak soal cerita.
"Menurut saya UN matematika lebih mudah," kata Edgar yang mengaku kurang menyukai pelajaran hafalan itu.
Untuk membuat anak-anak menyukai matematika, ia memiliki saran yakni pelajaran matematika jangan terlalu rumit, karena di luar negeri sekalipun matematika tingkat lanjut seperti integral atau logaritma baru pada tingkat kuliah.
Berkat prestasinya pula, ia tak perlu bersusah payah mencari perguruan tinggi. Sejumlah perguruan tinggi ternama melamarnya untuk menjadi mahasiswa seperti National University of Singapore dan Nanyang Technology University di Singapura, Carnegie Melon University di Amerika Serikat hingga Waterloo University di Kanada. Meski demikian, ia lebih memilih untuk mendaftar di Harvard University dan berhasil lolos seleksi.
Kiat tembus Harvard
Untuk menembus kampus ternama dunia itu, dia mengatakan harus membuat esai mengenai dirinya. Menurut dia, kampus di luar negeri mempertimbangkan banyak hal untuk bisa diterima. Tidak hanya pencapaian akademik tetapi prestas di luar akademik hingga kontribusi untuk masyarakat.
Edgar mengaku pernah mengajar matematika di sebuah SD di daerah pedalaman Kalimantan. Ia juga memiliki aktivitas lain di luar akademiknya yakni bermain tenis dan mendaki gunung. Saat mendaftar di Harvard, ia harus membuat tiga esai yang ditulis dalam Bahasa Inggris.
Tema esainya seperti kegagalannya mencapai puncak Gunung Rinjani pada 2015. Ia kemudian melakukan diet dan melakukan berbagai persiapan hingga akhirnya berhasil mencapai puncak Rinjani pada 2016.
"Intinya dari esai itu adalah semangat pantang menyerah dan menjadi lebih baik," kata dia.
Kepala Sekolah SMA Kharisma Bangsa, Imam Husnan Nugroho, mengatakan Universitas Harvard hanya menerima 150 mahasiswa internasional. Oleh karenanya prestasi Edgar sangat membanggakan.
Imam mengatakan pihaknya memang sudah menyiapkan para peserta didik mulai dari SMP agar bisa diterima di kampus luar negeri, dengan berbagai ujian seperti TOEFL dan tes akademik untuk masuk di kampus Amerika Serikat yakni SAT.
Imam menjelaskan untuk masuk kampus luar negeri tidak hanya mempertimbangkan akademik. Tetapi juga aktivitas di luar akademik. Menurut Imam, keseimbangan antara aktivitas akademik dengan aktivitas sosial menjadi pertimbangan Universitas Harvard dalam menerima peserta didik.
"Kami berusaha untuk menfasilitasi itu.Maka, sejak kelas VIII SMP sampai IX SMA. Kami dapat memupuk anak-anak untuk terus berbuat lebih baik dalam hidupnya, tidak hanya diri sendiri tetapi untuk orang lain," kata Imam.
Imam juga mengatakan pihaknya akan belajar dari prestasi Edgar yang berhasil diterima di Harvard. Imam juga berharap prestasi Edgar dapat menginspirasi siswa lainnya, meskipun hampir sepertiga lulusan Kharisma Bangsa melanjutkan studi ke luar negeri.