REPUBLIKA.CO.ID, KOTABARU -- Siswa SMP Negeri 2 Pulau Sembilan Kabupaten Kotabaru di Provinsi Kalimantan Selatan harus mengarungi lautan selama 17 jam demi bisa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di ibu kota kabupaten.
Kepala SMPN 2 Pulau Sembilan Abdul Latif, Rabu (24/4), mengatakan dirinya bersama 18 orang siswa serta empat guru pendamping berangkat dari Pulau Matasirih pada Jumat (19/4) dengan menumpang kapal ikan.
"Ada kapal tol laut, tapi lepas jadwalnya. Jadi kami harus berinisiatif mencari kapal nelayan," katanya di Kotabaru, Rabu.
Para siswa dan guru duduk berjejalan di palka kapal yang sempit dan gelombang besar menghantam sepanjang jalan sehingga penumpang kapal mabuk laut bahkan sampai muntah-muntah. Kapal yang membawa mereka juga sempat mengalami masalah pada salah satu mesinnya, namun beruntung posisi sudah dekat ke tujuan dan akhirnya tiba dengan selamat keesokan harinya.
Abdul mengatakan tidak bisa melaksanakan UNBK secara mandiri karena ketiadaan perangkat komputer, ditambah kendala listrik dan jaringan telekomunikasi. Ia terpaksa menumpang ujian di SMA Negeri 2 Kotabaru.
"Makanya kami harapkan pemerintah turun langsung melihat keadaan kami, kalau teduh tidak masalah, tapi kalau angin kencang dan gelombang besar seperti kemarin kami berangkat, kami sangat khawatir," ujarnya.
Di sisi lain, para siswa SMPN 2 Pulau Sembilan masih awam menggunakan komputer dan baru mempelajarinya saat akan ujian. Meski ada tahap simulasi sebelum pelaksanaan UNBK, namun mereka tidak sekali pun ikut karena kendala biaya.
"Baru belajar Senin sebelum ujian, tapi sebentar saja kami semua sudah bisa. Lebih enak pakai komputer sih, kalau berbasis tulis mengerjakannya lama. Menurut saya, yang paling sederhana itu pakai komputer," ucap Halmahera, salah seorang siswa.
Untuk mengikuti UNBK, sekolah harus menanggung biaya yang cukup besar untuk transportasi dan akomodasi para siswa. Biaya carter kapal saja mencapai Rp 5 juta sekali jalan, belum sewa rumah dan carter angkot untuk pulang-pergi ke tempat ujian.
Seluruh pengeluaran itu tak bisa ditutupi dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) karena jumlah yang diterima sekolah sangat sedikit. Namun demikian, sekolah tidak ada memungut dari orang tua siswa dan lebih memilih mencari dana talangan.