Senin 29 Apr 2019 16:18 WIB

Malaysia Studi Banding ke Unkris Kaji Pajak Properti

Pemerintahan baru Malaysia kini sedang melakukan proses penyesuaian kebijakan pajak.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Direktur Penjamin Mutu Universitas Krisnadwipayana, Abdullah Sumrahadi saat memberikan cendera mata ke delegasi dari Malaysia, Ahad (28/4).
Direktur Penjamin Mutu Universitas Krisnadwipayana, Abdullah Sumrahadi saat memberikan cendera mata ke delegasi dari Malaysia, Ahad (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID,BEKASI -- Universitas Krisnadwipayana (Unkris) memfasilitasi 64 orang perwakilan pegawai percukaian Malaysia dari seluruh negara bagian, untuk mengkaji perbandingan pajak bangunan dan properti di Indonesia dan Malaysia. Kegiatan ini diselenggarakan dalam bentuk join seminar antara Unkris dengan Pihak Pusat Wasiat dan Endowment Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM), di kampus Unkris Bekasi, Ahad (28/4).

Direktur Penjamin Mutu Universitas Krisnadwipayana, Abdullah Sumrahadi menyambut baik upaya kerjasama acara antara Unkris dan UTHM, pada kegiatan benchmark percukaian properti antara Malaysia dan Indonesia. Kegiatan ini, menurutnya merupakan keistimewaan bagi Unkris dapat memfasilitasi para pegawai percukaian Malaysia melakukan benchmark dengan aturan perpajakan di Indonesia, khususnya di pajak properti.

"Saya berharap kegiatan ini bisa membawa peningkatan kualitas tidak hanya dua universitas, tapi juga dua negara," kata Abdullah Sumrahadi dihadapan 64 pegawai cukai perwakilan dari seluruh negara bagian di Malaysia.

Direktur Aprisal Dewan Kota Kulai, Johor Darul Takzim, Haji Soeb bin Haji Pawi mengatakan pemerintah Malaysia yang baru saat ini sedang berupaya melakukan perubahan pajak yang terbaik bagi rakyat Malaysia, termasuk salah satunya pajak properti. Dengan adanya kegiatan ini, pegawai perpajakan di berbagai negara bagian paham, pajak properti menjadi bagian penting dalam menunjang pembangunan masyarakat.

Karena itu, ia berharap benchmark pajak properti dengan Indonesia ini, menjadi acuan baru bagi Malaysia. Diantaranya, lanjut dia, bagaimana pemerintah negara bagian mengelola pajak yang lebih baik lagi dan mengembalikan hasil pajak itu untuk kebutuhan masyarakat di Malaysia. 

"Dengan ini kami bisa belajar sisi-sisi yang baik dari pengelolaan pajak bumi, bangunan atau properti di Indonesia, yang mungkin bisa kita terapkan di Malaysia," ujar Haji Soeb bin Haji Pawi.

Pihak universitas Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) yang ikut terlibat, mengapresiasi kerjasama seminar, yang mengkaji perpajakan di bidang properti di Malaysia dan Indonesia ini. Pakar Manajemen Properti Universitas Tun Hussein Onn Malaysia, Wan Zahari Wan Yusoff mengatakan pemerintahan baru Malaysia kini sedang melakukan proses penyesuaian kebijakan perpajakan baru.

Karena itu, lanjutnya, dibutuhkan berbagai masukan dan kajian dari berbagai pihak terkait perpajakan. Termasuk mengkaji bagaimana proses perpajakan yang ada di negara jiran Malaysia, yakni Indonesia. Dan lebih khusus adalah bagaimana aturan dan proses perpajakan di bidang bumi dan bangunan atau properti.

Praktisi Pajak dari Unkris, Rahmat Wibowo yang turut memberi masukan model perpajakan Indonesia, menyebut sebenarnya Malaysia ketika menerapkan perpajakan lebih tertib dari Indonesia. Akan tetapi, diakui dia, ada beberapa aturan yang bolong pada peraturan perpajakan di Malaysia.

"Sedangkan kalau Indonesia, untuk aturan dan Perundang-undangannya, sudah jauh lebih kompleks di banding Malaysia. Persoalannya adalah Indonesia kebanyakan aturan pajak, tetapi minim yang taat pajak," katanya.

Misalnya, kata dia, di Malaysia tidak dikenal soal tanah kavling. Sedangkan di Indonesia, pemilik tanah kavling bisa dikenakan pajak, karena ia menjual atau menyewakan tanah kepada seseorang untuk dibangun bangunan. "Di Malaysia, dimana aturan perpajakan tidak selengkap Indonesia, tapi dari sisi pengelolaan pajak, jauh lebih tertib dibandingkan Indonesia," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement