Ahad 12 May 2019 19:01 WIB

Ikatan Guru Indonesia Kritik Wacana Impor Guru

Pemerintah lebih baik menyejahterakan guru honorer dibanding mengimpor guru.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Siswa-siswi SD Negeri 2 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah, menyalami gurunya yang baru tiba di sekolah, Senin (15/10).
Foto: Darmawan / Republika
Siswa-siswi SD Negeri 2 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah, menyalami gurunya yang baru tiba di sekolah, Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim mengkritik rencana mengundang guru atau pengajar dari luar negeri guna mengajar di Indonesia. Dia mengaku bingung dengan wacana yang dilontarkan kementerian koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan (kemenko-PMK).

Dia menilai wacana impor guru sebagai hal yang kurang tepat terlebih di tengah hebohnya guru-guru honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun menyelamatkan pendidikan dengan pendapatan yang tidak memadai. Menurutnya, pemerintah pemerintah lebih baik menyejahterakan guru honorer Indonesia jika memang memiliki banyak dana.

Baca Juga

Muhammad mengatakan, guru-guru di Indonesia sebenarnya memiliki potensi baik. Sayangnya, dia mengatakan, mereka dibebani kurikulum dan administrasi yang berat sehingga disibukkan dengan hal-hal yang tidak perlu.

Menurut Muhammad, guru-guru impor itu juga akan tidak bisa bekerja maksimal dengan ikatan kurikulum yang sama jika dibeban administrasi serula. Dia melanjutkan, mereka bahkan akan mengalami kendala bahasa yang menjadi masalah besar.

"Persoalan lainnya adalah maukah mereka, para guru luar negeri ini mengajar di daerah terluar, terdepan dan terbelakangnya Indonesia?" kata Muhammad Ramli Rahim dalan keterangan resmi di Jakarta, Ahad (12/5).

Muhammad memaparkan, berdasarkan data yang termuat di Majalah Dikti Volume 3 Tahun 2013, ternyata jumlah LPTK saat itu ada 429 lembaga, terdiri dari 46 LPTK Negeri dan 383 LPTK Swasta. Jumlah mahasiswa keseluruhannya mencapai 1.440.770 orang.

Angkanya sangat mengejutkan karena pada tahun 2010 jumlah LPTK hanyalah sekitar 300-an. Artinya ada kenaikan 100 LPTK lebih dalam jangka waktu hanya 3 tahun atau sekitar 30 setiap tahun atau 3 lembaga setiap bulan.

"Jadi setiap 10 hari muncul sebuah LPTK baru…! Tentu saja statistik ini langsung mematahkan asumsi bahwa minat menjadi guru itu rendah," katanya.

Dia mengatakan, dengan jumlah mahasiswa 1,44 juta maka diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300.000 orang per tahun. Padahal, dia menyebutkan, kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40.000 orang per tahun.

Artinya, dia menambahkan, akan terjadi kelebihan pasokan yang sangat besar. Perlu diketahui bahwa 100-an LPTK baru yang didirikan tahun 2010-2013 jelas belum memiliki mahasiswa sebanyak kapasitas yang mereka persiapkan dan juga baru akan mulai meluluskan beberapa tahun kedepan.

Jadi, dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi ledakan bom jumlah lulusan LPTK tidak akan mungkin tertampung karena terbatasnya kebutuhan dibandingkan lulusan," katanya.

Dia mengatakan, 429 LPTK penghasil guru ini tentu saja mendapat suntikan anggaran negara yang tidak kecil. Kemdikbud juga punya 14 P4TK termasuk LP2KS dan LP2KPTK2, memiliki 34 LPMP yang merupakan mantan Balai Pelatihan Guru (BPG) tapi malah berpikir untuk melakukan Impor Guru.

"Jadi daripada melakukan impor guru, lebih baik dosen-dosen LPTK itu diganti semuanya sama dosen luar negeri biar mampu menghasilkan guru-guru terbaik jika asumsinya orang luar negeri lebih baik dari kita," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement