Jumat 05 Jul 2019 20:14 WIB

Pakar: Kurikulum SMK Harus Dibuat Lebih Fleksibel

Kurikulum SMK idealnya adalah 80 persen praktik dan 20 persennya teori.

Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (Ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar pendidikan Doni Koesoema A mengingatkan kurikulum pembelajaran di sekolah menengah kejuruan (SMK) harus dibuat lebih fleksibel agar relevan dengan kebutuhan dan permintaan kalangan industri. Ia menilai sekarang ini kurikulum SMK masih terkesan kaku.

"Ya, enggak relevan dengan kebutuhan industri," katanya menanggapi masih tingginya pengangguran dari lulusan SMK di Jakarta, Jumat (5/7).

Baca Juga

Menurut dia, kurikulum SMK porsi idealnya adalah 80 persen praktik dan 20 persennya teori sehingga semestinya lebih banyak mengadopsi mekanisme kerja dunia industri. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kata dia, harus berperan sebagai regulator yang mengatur, sementara mekanisme pembelajarannya diserahkan kepada sekolah dan industri.

"Artinya, SMK masih tetap di bawah kendali Kemendikbud, tetapi standar kompetensi lulusan (SMK), materi pembelajarannya, diserahkan kepada industri," katanya.

Kalau masih saja dimonopoli oleh Kemendikbud, kata pengajar Critical Thinking Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu, industri belum sepenuhnya mau menyerap lulusan SMK. "Dibuat dinamis saja, fleksibel. Sekarang kan SMK pembelajarannya pakai model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 (RPP K13)," katanya.

Doni mengapresiasi program yang digagas Kementerian Perindustrian bekerja sama PT Kawasan Industri Makassar (Kima) yang bisa menjadi model percontohan. "Industri membantu pendanaan untuk mencetak tenaga kerja. Semacam teaching factory," kata pengarang sejumlah buku "best seller" tentang pendidikan itu.

Ia mengatakan revitalisasi SMK sudah ditegaskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Ke depan, kata Doni, pengembangan kualitas SDM harus diprioritaskan oleh Presiden Joko Widodo, terutama kelanjutan program revitalisasi SMK yang belum maksimal.

Sebelumnya, Kemendikbud menyiapkan bantuan baik dana maupun investor dalam rangka realisasi revitalisasi SMK di Indonesia. Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016, kata Mendikbud Muhadjir Effendy, realisasi program revitalisasi SMK memang membutuhkan dana yang cukup besar.

"Baru ada 230 SMK dari sekitar 13 ribu di Indonesia. Di Jawa Barat baru 21 sekolah. Jadi masih banyak, dan biayanya cukup besar. Satu sekolah itu bisa memakan biaya sekitar Rp10 miliar-Rp11 miliar," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement