Selasa 09 Jul 2019 01:40 WIB

Zonasi PPDB Dinilai Buat SMA Swasta Terpuruk

Beberapa sekolah swasta terpaksa tutup karena kalah bersaing.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Puluhan orang tua siswa yang tergabung dalam Forum masyarakat Peduli Pendidikan Se-Jawa Barat menggelar aksi terkait kebijakan zonasi, di depan Balai Kota Bandung, Rabu (3/7).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Puluhan orang tua siswa yang tergabung dalam Forum masyarakat Peduli Pendidikan Se-Jawa Barat menggelar aksi terkait kebijakan zonasi, di depan Balai Kota Bandung, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---SMA Swasta di Kota Bandung, mengeluhkan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Menurut Ketua Umum Forum Kepala Sekolah SMA Swasta (FKSS JABAR), Ade D Hendriana, sistem zonasi membuat sekolah swasta makin tak berdaya.

Ade mengatakan, sistem tersebut dinilai akan mengambil Calon Peserta Didik (CPD) yang dekat dengan sekolah negeri dan akan masuk ke sekolah negeri. Ia menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat hanya berpihak kepada sekolah negeri tanpa ada niat bersinergi dengan sekolah swasta.

Baca Juga

“Sekolah swasta sudah menyesuaikan dengan Permendikbud yang lama. Kini aturan diubah membuat sekolah swasta semakin tercekik,” ujar Ade kepada wartawan, Senin (8/7).

Ade menilai, secara aturan aturan dan regulasi PPDB telah dipersiapkan dengan matang. Khususnya, sekolah negeri tinggal menjalankan regulasi PPDB tersebut secara konsisten. Karena, mengacu pada Pergub no 16 tahun 2019 dan Permendikbud no 51 tahun 2018 tentang PPDB, berdasarkan perhitungan dengan ketentuan jumlah siswa yg masuk ke SMA Negeri di Jawa Barat hanya 34 persen.

Dari jumlah tersebut, kata dia, lulusan SMP dan tersisa 66 persen adalah calon konstituen SMA/SMK untuk Swasta. "Ini tentunya menjadi indikator keberpihakan swasta," katanya.

Ade, yang juga Kepala SMA Guna Dharma Kota Bandung ini mengatakan PPDB SMAN 2019 mengharuskan Calon Peserta Didik (CPD) memilih 3 pilihan sekolah 2 dalam Zonasi 1 diluar Zonasi. Namun, Pemprov Jabar tidak mempertimbangkan porsi Calon Peserta Didik (CPD) untuk sekolah swasta.

"Beberapa sekolah swasta terpaksa tutup karena kalah bersaing. Sebenarnya sekolah swasta memiliki segment pasar yang berbeda-beda,” katanya.

Ade khawatir, sekolah swasta yang tidak diminati nanti bisa tutup. Karena, sekolah swasta yang tidak diminati makin tergerus dengan sistem zonasi.

“Banyak orang tua yang memilih sekolah swasta yang diminati dan berprestasi,” ujarnya. Sekolah swasta yang tidak diminati makin terpuruk,” katanya.

Ade mengatakan sekolah swasta akan berlomba-lomba menjaga kualitas lulusan. Sebab, apabila sekolah yang tidak diminati tidak membuat perubahan, maka keadaan makin membuat mereka tidak bertahan lama.

"Semoga, pemangku kepentingan terkait PPDB dapat konsisten menjalankan aturan," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement