REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) milik Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), masuk dalam nominasi penghargaan internasional yakni Community Involvement Projects dari Asian Hospital Management 2019. Dekan FK Unair Soetojo menjelaskan, RSTKA menjadi nominator Community Involvement Projects setelah menjalankan misi kemanusiaan di 25 titik terluar Indonesia dalam satu tahun.
"Dari 25 titik yang berada di 22 tempat terluar Indonesia, kami telah melakukan 1.532 penanganan pasien bedah dan 11.482 penanganan pasien pelayanan kesehatan dasar dan spesialistik," kata Soetojo di Surabaya, Kamis (18/7).
RSTKA, kata Soetojo menjadi satu satunya rumah sakit dari Indonesia yang masuk ke dalam nominasi tersebut. RSTKA akan bersaing dengan rumah sakit dari negara lain seperti Appolo Hospital Enterprise Limited (India), Dubay Health Authority (UEA), National Healthcare Grup Policlinic (Singapura), dan Yishun Hospital (Singapura).
"Kami optimistis mendapat penghargaan kerena capaian dari aspek sosial sangat bagus. Terlebih lagi kami murni dharma bakti dan memberikan pelayanan yang spesialistik," ujarnya.
Ketua IKA FK Unair Poedjo Hartono mengatakan, ikut sertanya RSTKA dalam ajang rumah sakit tingkat internasional ini tidak semata-mata menginginkan kemenangan. Menurutnya, yang jauh lebih penting adalag untuk lebih mengenalkan RSTKA kepada dunia.
Poedjo berpendapat, keberadaan RSTKA adalah ruang berbakti dan berdedikasi terbaik bagi para dokter, yang semestinya juga ditiru oleh institusi yang lain. "Saya harap RSTKA ini menjadi model bagi institusi kesehatan lainnya, untuk tergerak memperhatikan pelayanan kesehatan di daerah terluar dan terpencil yang memang belum sepenuhnya mendapatkan akses yang layak," ujarnya.
Poedjo menegaskan, semua permasalahan kesehatan di daerah 3T Indonesia menjadi tanggung jawab RSTKA. Ia memandang, masing-masing daerah juga harus mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam menyediakan pelayanan kesehatan publik. Maka dari itu, dia juga mengajak pemerintah terlibat penyelesaian masalah kesehatan di sana.
"Tetap harus ada upaya pemerintah, dan kami pun tidak bisa menyelesaikan seluruh permasalahan di Nusantara. Jadi kita ingin ini jadi model, jadi pionir," kata dia.
Salah satu pembuat paper Asia Hospital Management Projects, Gadis mengungkapkan, pada awalnya hanya ingin memperkenalkan RSTKA kepada dunia. Gadis ingin mengenalkan RSTKA sebagai satu-satunya unit pelayanan kesehatan berupa kapal milik instansi pendidikan yang sifatnya sosial.
"Selain itu pelayanan RSTKA itu murni dikhususkan untuk pelayanan spesialis dan kasus operable atau yang berujung operasi. Sehingga apa yang kami lakukan ini tidak hanya sekedar kunjungan penanganan batuk pilek karena kami berpikir bahwa masyarakat terluar akan sulit mendapatkan akses ke dokter spesialis," katanya.