Sabtu 27 Jul 2019 19:45 WIB

Ini Alasan Kemenristekdikti Izinkan PT Asing Masuk

Indonesia jadi anggota GATS WTO bersedia meningkatkan liberalisasi sektor jasa.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Budi Raharjo
Kampus Australian National University (ANU) di Canberra, Australia. (ilustrasi)
Foto: ABC
Kampus Australian National University (ANU) di Canberra, Australia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyebut ada beberapa alasan mengapa perguruan tinggi (PT) asing bisa berdiri di Indonesia. Salah satunya karena Indonesia telah meratifikasi perjanjian liberalisasi general agreement trade and services (GATS) organisasi perdagangan dunia (WTO).

Kendati demikian, Kemenridtekdikti menetapkan beberapa syarat, diantaranya hanya bisa berdiri di kawasan ekonomi khusus (KEK). Staf Ahli Bidang Akademik Kemenristekdikti Paulina Pane mengatakan, Indonesia yang menjadi anggota GATS WTO memang bersedia meningkatkan liberalisasi di sektor jasa.

Ia menyebut di organisasi ini memang mewajibkan semua negara anggotanya termasuk Indonesia membuka sektor jasa termasuk pendidikan tinggi. "Akhirnya pendidikan tinggi merupakan salah satu jasa yang diliberalisasikan, apalagi Indonesia sudah meratifikasi perjanjian itu," katanya saat halal bihalal dan seminar Apperti bertema 'Tantangan Masuknya PT Asing di Indonesia', di Jakarta, Sabtu (27/7).

Artinya, dia menambahkan, pendidikan tinggi luar negeri (PTLN) bisa berdiri di Indonesia dan sebaliknya kampus di Indonesia bisa berdiri di luar negeri asalkan anggota GATS. Ia menyebut diperbolehkannya PT asing masuk Indonesia diperkuat dengan dibuatnya Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) nomor 53 tahun 2018.

Tak hanya perjanjian GATS, pihaknya bersedia membuka keran masuk PT asing di Indonesia karena untuk meraup tambahan devisa bagi Negara. Ia menyebut, setiap tahunnya ratusan ribu jiwa anak muda pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan tinggi.

Ia menyontohkan sedikitnya 144 ribu mahasiswa Indonesia kuliah di Australia. "Berapa banyak (devisa) yang hilang karena anak-anak Indonesia itu kuliah di luar negeri," katanya.

Kendati demikian, pihaknya menegaskan tidak semerta-merta memberikan izin liberalisasi pendidikan tinggi asing itu. Paulina mengklaim negara tetap berupaya melindungi kampus-kampus di Tanah Air.

Karena itu, ia menyebut beberapa syarat-syarat khusus PT asing yang bisa dibuka di Tanah Air. Pertama, ia menyebut PTLN harus berdiri di kawasan ekonomi khusus (KEK). "Jadi PT asing di Indonesia hanya boleh ada di KEK itu. Kepemilikannya memang bisa 100 persen," ujarnya.

Selain itu, ia menyebut, PT asing yang bisa dibuka di Indonesia harus peringkat 200 besar dunia. Jika dua syarat ini dipenuhi, ia menyebut PT asing bisa mengajukan proposal supaya diizinkan dibuka di Tanah Air.

Kendati demikian, ia menyebut hingga saat ini Indonesia masih minim menarik minat kampus asing dan baru sedikit yang mengajukan ke pihaknya. Ia menyebut yang mengajukan ke pihaknya baru peringkat 600 besar dunia. Disinggung mengenai usulan dibuatnya grand design aturan ini, pihaknya mengaku masih menampungnya dan akan membicarakannya.

Sebelumnya Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti) meminta dibukanya pintu perguruan tinggi (PT) asing berdiri di Indonesia juga dibarengi dengan perlindungan perguruan tinggi lokal di Tanah Air. Perlu dibuat  grand strategy.

Sekjen Apperti Taufan Malamin mengatakan, menyadari masuknya PT asing ke Indonesia merupakan keniscayaan seiring dengan adanya Permenristekdikti nomor 53 tahun 2018. Kendati demikian, pihaknya meminta pemerintah berpihak pada PT lokal dengan membuat beberapa kebijakan.

Salah satunya, dia menambahkan, membolehkan PT asing hanya membuka program studi (prodi) yang tidak ada di kampus-kampus Indonesia contohnya energi terbarukan, hingga pengolahan hasil laut. "Karena kalau PT asing juga bisa membuka prodi ekonomi, hukum, padahal sudah banyak resourcesnya di Indonesia maka merupakan sebuah kemubadziran," ujarnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement