REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menuturkan sebenarnya anggaran yang benar-benar digunakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus turun. Hal itulah yang ia sebut sebagai salah satu alasan kenapa pendidikan Indonesia seringkali dinilai tidak meningkat.
Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, anggaran untuk pendidikan memang mencakup 20 persen dari total. Namun, dana tersebut kemudian dibagi-bagi lagi ke kementerian dan lembaga yang mengatur pendidikan juga menjadi dana transfer ke daerah.
"Dari 20 persen anggaran pendidikan, kan yang diambil Kemendikbud, Kemenristekdikti, dan Kementerian Agama itu kan tidak terlalu signifikan," kata Fikri pada Republika, Jumat (2/8).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dari total anggaran pendidikan 2019 yakni Rp 492,5 triliun, sebanyak Rp 163,1 triliun dialokasikan untuk pemerintah pusat. Dana tersebut dibagi ke delapan kementerian yakni Kemenag, Kemenristekdikti, Kemendikbud, Kemen-PUPR, Kemenhub, Kemenaker, Kemenkeu, dan Kemenperin.
Sementara itu, sebanyak Rp 308,4 triliun dialokasikan seluruhnya ke daerah yang mencakup 63 persen dari anggaran pendidikan. Menurut Fikri, hal inilah yang harus dievaluasi apakah dana tersebut penggunaannya tepat untuk memajukan pendidikan di daerah-daerah.
Ia mengatakan, selama ini, Kemendikbud dan Kemenristekdikti selalu dijadikan sandaran apabila ada masalah dalam kualitas pendidikan. Padahal anggaran yang didapatkan kedua kementerian terkait pendidikan tersebut menurut Fikri tidak signifikan.
"Jadi saya kira yang perlu dievaluasi adalah dana-dana dari Kementerian lain dan dana daerah itu, apakah untuk fungsi pendidikan atau tidak?" kata dia.