REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengajak santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Tebuireng untuk terus mampu membaca data dan teknologi agar mengerti sisi positif dan negatif teknologi. Ia juga mengajak santri dan seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk menghindari diskriminasi terhadap sesama warga negara Indonesia.
"Literasi data harus kita bangun terus. Tidak cukup literasi data, juga pada literasi teknologi dimana ini menyangkut bagaimana membaca data dengan baik. Kalau kita punya data, punya teknologi, bahasa agamanya man 'arafa lughata qaumin salima min makrihim, barangsiapa yang menguasai bahasa orang lain, maka dia akan selamat (dari sisi negatif teknologi)," ungkap Nasir saat Seminar Nasional Harlah 120 Tahun Pesantren Tebuireng Memadukan Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang pada Sabtu (24/8) lalu.
Nasir melihat teknologi saat ini memiliki sisi positif dan sisi negatif, sehingga para santri perlu untuk terus mempelajari hal baru. Sesuatu yang mungkin tidak diajarkan di pesantren dan perguruan tinggi, terutama perkembangan teknologi.
"Oleh karena itu kita belajar tidak hanya berhenti pada mahasiswa, tapi harus belajar mulai lahir sampai mati, utlubul `ilma minal mahdi ilal lahdi, long life education, long life learning," ajak Menristekdikti.
Lebih lanjut, ia mengatakan akan memastikan tidak ada diskriminasi di perguruan tinggi bagi siapapun, termasuk mahasiswa Papua. Ia akan memberi sanksi perguruan tinggi yang melakukan atau membiarkan diskriminasi terjadi.
"Saya sampaikan kalau rektor perguruan tinggi melakukan diskriminasi, rektornya akan saya berikan sanksi tidak main-main. Sanksinya bisa sanksi berat, bisa pemberhentian," ujar dia.