REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA—Sekolah negeri yang ada di Jawa Tengah belum semuanya terbebas dari pengaruh radikalisme. Setidaknya masih ada tujuh sekolah baik SMA, SMK maupun SLB di Jawa Tengah masih terindikasi radikalisme.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengaku, masih menemukan adanya indikasi radikalisme di sejumlah sekolah SMA/SMK/SLB Negeri di Jawa Tengah. Dari hasil pemantauannya, setidaknya ada tujuh kepala sekolah yang diduga terindikasi dalam jaringan radikalisme.
Ketujuh kepala sekolah yang dimaksud gubernur, saat ini sedang dalam pembinaan untuk kembali ke ‘jalan yang benar’. “Kalau memang dibina sudah tidak bisa, ya pasti bakal diambil tindakan tegas,” ujar Ganjar pada Halaqah Kiai/Santri tentang pencegahan terorisme di Hotel Grand Syahid Salatiga akhir pekan kemarin.
Ganjar mengatakan, sekolah memang menjadi tempat yang harus segera dibereskan terkait dengan idiologi. Ia sendiri mengakan sudah mendapat laporan dari banyak tokoh agama dan masyarakat mengenai penanaman paham radikalisme di sekolah yang dilakukan sangat massif.
Berdasarkan laporan yang masuk tersebut, isu- isu terkait radikalisme jamak diberikan melalui mata pelajaran dan juga kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga, persoalan ini mendapatkan perhatian serius dari orang nomor satu di Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Setelah sekolah, berikutnya adalah pemerintahan. “Dua hal ini yang menjadi fokus saya. Maka saya mengajak ayo semua organisasi keagamaan untuk bareng- bareng meluruskan idiologi bangsa ini,” tegasnya.
Ganjar juga meminta masyarakat untuk berpartisipasi aktif memantau radikalisme. Apabila ada hal yang mencurigakan atau mencium penyebaran paham radikalisme, harus segera dilaporkan. “Karena partisipasi masyarakat dibutuhkan sebagai bagian dari kepedulian kepada bangsa dan negara,” tandasnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam kesempatan ini juga menyoroti tentang masifnya penyebaran radikalisme di lingkungan pendidikan, dalam hal ini di sekolah.
Mengacu survei yang dilakukan Universitas islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, penyebaran radikalisme ini cukup memprihatinkan. “Contohnya, tidak sedikit anak yang disurvei sepakat kalau orang murtad boleh dibunuh,” ungkapnya.
Tak hanya kalangan siswa, sejumlah guru dan dosen lanjut Khofifah juga menjadi objek survei. Dan hasilnya, banyak guru dan dosen yang memiliki paham cenderung mengarah pada radikalisme.
Survey tersebut menunjukkan tingginya intoleransi di Indonesia. “Untuk itu saya mengajak mas Ganjar agar Jawa Tengah dan Jawa Timur sering bertemu dan duduk bersama menyelesaikan persoalan- persoalan intoleransi ini,” tegas Khofifah.