Senin 16 Sep 2019 16:42 WIB

IGI Pertanyakan Kesiapan Guru Soal Digitalisasi Sekolah

Digitalisasi sekolah bisa dilakukan secara mandiri.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
Seorang guru saat mengajar di sekolah (ilustrasi).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Seorang guru saat mengajar di sekolah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) menanggapi langkah pemerintah terkait program digitalisasi sekolah. Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim mempertanyakan kesiapan guru-guru khususnya di daerah 3T menghadapi kebijakan tersebut.

Ramli menceritakan, dirinya pernah melakukan kunjungan ke daerah Maluku. Di dalam kunjungannya tersebut, ia menemukan sekolah yang guru-gurunya tidak bisa menggunakan komputer sehingga fasilitas tersebut hanya disimpan di dalam kardus.

Baca Juga

"Jadi kami pulang dari acara di Maluku, lalu kami mampir ke beberapa sekolah yang dilewati. Kami menemukan ada satu sekolah di Maluku itu sudah dua tahun komputernya masih dalam kardus. Teman-teman yang datang lalu menanyakan kenapa tidak dipakai, katanya tidak ada yang mengoperasikan," kata Ramli pada Republika.co.id, Senin (16/9).

Pada saat itu, IGI kemudian langsung mengajarkan menggunakan komputer pada guru-guru yang ada di sana. Ia pun khawatir hal serupa juga akan terjadi di sekolah-sekolah yang mendapatkan gawai.

"Jadi ini saya kasih contoh, banyaknya kesalahan yang kita buat. Jadi sifatnya selalu proyek saja. Nah, apakah kasus-kasus seperti ini akan terjadi di daerah 3T nantinya?" kata Ramli.

Ia menegaskan, sebenarnya digitalisasi sekolah bisa dilakukan secara mandiri oleh para guru. Hanya saja, para guru ini perlu didorong agar bisa melakukannya secara mandiri. IGI sendiri sudah mendorong para guru anggotanya untuk melakukan hal tersebut.

Ramli menjelaskan, IGI juga sudah memberikan kepada para guru-guru soal digitalisasi. Ia berharap, dengan demikian para guru bisa mandiri melakukan digitalisasi. "Kenapa itu enggak didorong, biarkan jadi mandiri urusan-urusan seperti itu. Karena faktanya bisa kita lakukan. IGI sudah melakukannya," kata dia lagi.

Hal yang paling perlu pemerintah soroti, kata Ramli, adalah pengadaan guru. Saat ini pemerintah menambah dana bantuan operasional sekolah (BOS) menjadi tiga jenis, reguler, afirmasi, dan kinerja. Dana BOS afirmasi dan kinerja adalah yang digunakan untuk pengadaan gawai di sekolah-sekolah terpilih.

Ramli menuturkan, seharusnya anggaran bisa ditarik ke urusan yang terkait dengan pengadaan guru. Saat ini, masih banyak guru honorer yang gajinya belum memenuhi standar. Selain itu, pada tahun 2022 juga akan terjadi pensiun guru besar-besaran. Hal tersebut harus segera diatasi sejak awal.

"Ya, kalau status tidak bisa dijadikan PNS, paling tidak pendapatan mereka disesuaikan," kata Ramli.

Meskipun demikian, Ramli menuturkan pihaknya sangat mengapresiasi langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait pengadaan gawai ini. Hanya saja, ia khawatir ketika sudah sampai di sekolah tidak ada operatornya.

Ia berharap, pemerintah bisa lebih memprioritaskan anggaran kepada hal-hal yang lebih penting yakni kepada guru. Selama ini, kata Ramli, Mendikbud Muhadjir Effendy selalu mengatakan bahwa guru adalah pion utama dalam pendidikan. Namun, pada implementasinya guru tidak pernah dijadikan prioritas.

"Jadi hal yang tidak penting dipenting-pentingkan, hal yang prioritas tidak dikerjakan," kata Ramli lagi.

Pada tahun ini, program digitalisasi sekolah akan direalisasikan kepada 30.227 sekolah melalui BOS Afirmasi, dan 6.004 sekolah melalui BOS Kinerja. Melalui program ini, pemerintah akan memberikan sarana pembelajaran di sekolah berupa tablet kepada 1.753.000 siswa kelas 6, kelas 7 dan kelas 10 di seluruh Indonesia, khususnya sekolah yang berada di pinggiran.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi mengatakan, pemilihan kelas 6, 7, dan 10 memiliki alasan tersendiri. Kelas 6 diberikan karena sebagai salah satu persiapan untuk mengadapi ujian kelulusan.

"Sedangkan untuk kelas 7 dan kelas 10 supaya bisa dimanfaatkan lebih lama sejak dia mulai kelas 1 baik mereka di SMP dan SMA," kata Didik menjelaskan.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, gawai yang diberikan akan dikoneksikan dengan Rumah Belajar. Portal belajar yang dimiliki Kemendikbud dan dapat diakses secara gratis.

Diharapkan, sistem pembelajaran bisa lebih terbantu dengan konten-konten yang tersedia di Rumah Belajar. Terkait kontennya sendiri, Muhadjir menegaskan sudah memadai karena Rumah Belajar disiapkan selama dua tahun. Walaupun demikian, Muhadjir juga tidak melarang sekolah untuk berlangganan portal belajar lain yang berbayar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement