REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melarang sekolah seenaknya memberikan sanksi kepada siswa yang mengikuti aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu.
"Jangan berikan sanksi yang sifatnya tidak mendidik. Tidak boleh itu (mengeluarkan dari sekolah), yang tidak sekolah saja diminta masuk kok," katanya usai meresmikan Gedung SMP dan SMA Muhammadiyah PK Kota Barat Surakarta di Solo, Jumat (4/10).
Ia mengatakan jika sekolah mau memberikan sanksi, maka pendekatannya harus dari sisi pendidikan. Sementara itu, terkait kemungkinan sanksi yang diberikan sekolah kepada siswa, ia akan melakukan penyisiran.
"Akan kami sisir, yang belum benar akan diluruskan. Kalau daerah sudah paham, intinya tidak boleh ada yang main sanksi," katanya.
Ia meminta setiap sekolah mendidik para siswa dan memulihkan siswa jika mereka mengalami trauma saat melakukan aksi unjuk rasa tersebut. "Itu kalau mereka mengalami trauma, kalau tidak ya harus tetap disadarkan yang mereka lakukan membahayakan. Titik tolak kita bukan HAM (hak asasi manusia). Kalau HAM memang mereka punya hak untuk berekspresi," katanya.
Meski demikian, dia mengatakan, setiap ekspresi ada batasan yang harus diperhatikan sehingga tidak bisa seenaknya mengekspresikan hak tersebut. "Kalau mengancam keamanan, keselamatan, dan jiwa yang bersangkutan ya tidak boleh. Harus didahulukan menyelamatkan mereka. Jangan dilihat dari aspek haknya tetapi lihat dari UU perlindungan anak. Kalau dibiarkan maka orang tua atau sekolah malah kena sanksi," katanya.
Terkait dengan unjuk rasa tersebut, ia mengakui sudah mengeluarkan Surat Sdaran (SE) Nomor 9 Tahun 2019 tentang pencegahan anak melakukan kegiatan membahayakan, termasuk unjuk rasa. "Kalau melakukan kegiatan yang positif tidak apa-apa itu bagian dari ekspresi, tetapi kalau ekspresinya mengumpat orang kan tidak boleh," katanya.