Ahad 27 Oct 2019 15:36 WIB

Forum Rektor Harap Nadiem Lakukan Debirokratisasi

Belajar di Harvard dengan beragam budaya jadi modal Nadiem untuk melakukan teribosan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Dwi Murdaningsih
Mendikbud Nadiem Makarim usai temu pendidik nusantara di Sekolah Cikal Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10).
Foto: Dian Erika N / Republika
Mendikbud Nadiem Makarim usai temu pendidik nusantara di Sekolah Cikal Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Rektor Indonesia (FRI) berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membawa terobosan-terobosan bagi dunia pendidikan tinggi. Anggota Dewan Kehormatan FRI Asep Saefuddin berharap akan ada debirokratisasi kelembagaan.

"Sehingga gagasan-gagasan dari perguruan tinggi untuk katakan membuat program atau ide-ide baru itu tidak harus terlalu berbelit-belit perizinannya, karena menyusahkan dan menghambat," ujar Asep saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/10).

Dia melanjutkan, perlu deregulasi perizinan bagi pembentukan prodi-prodi baru dan perbaikan kurikulum yang kemungkinan berkembang sesuai kebutuhan pasar. Menurutnya, perguruan tinggi dapat melakukan banyak perubahan dibandingkan pemerintah sendiri.

Asep juga berharap adanya kurikulum yang luas kepada perguruan tinggi. Sehingga tidak harus terlalu banyak ketentuan atau nomenklatur-nomenklatur dari pemerintah terhadap kurikulum pendidikan tinggi.

Selain itu, ia juga berharap Mendikbud melakukan pengurangan perguruan tinggi yang dinilai sudah tidak layak. Pemerintah harus memastikan setiap perguruan tinggi di Indonesia efektif, mengingat jumlahnya sudah mencapai lebih dari 4.000 perguruan tinggi.

"Apakah benar perguruan tinggi ini ada mahasiswanya. Apakah tidak kebanyakan itu kalau 4.000, sudah terlalu banyak. Kalau pun 2.000 saja sebenarnya cukup," kata dia.

Menurut Asep, jika tidak ditutup, perguruan tinggi atau universitas itu bisa saja digabungkan (merger) dengan perguruan tinggi lainnya. Hal ini juga merupakan salah satu terobosan yang bisa dilakukan Mendikbud saat ini.

Ia pun menegaskan agar Mendikbud dapat memastikan perguruan tinggi harus sesuai potensi sumber daya daerahnya masing-masing. Perguruan tinggi yang ada di daerah tidak harus selalu berkiblat pada perguruan tinggi di kota.

Asep menyampaikan, perguruan tinggi sudah seharusnya memberikan efek terhadap ekonomi daerah. Contohnya, jika suatu daerah memiliki sumber daya sektor perikanan, maka bidang perikanannya di perguruan tinggi juga harus kuat hingga outputnya berbasis perikanan.

Forum Rektor Indonesia meminta Nadiem untuk menyusun dan menetapkan kebijakan yang mendorong pihak industri agar bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi. Hal itu agar riset dan inovasi yang dilakukan kolaborasi dunia kampus dan industri memiliki nilai ekonomi serta berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.

"Dan itu harus dibuka agar perguruan tinggi bisa bekerja sama dengan industri, jangan terlalu banyak birokrasi," tutur Asep.

Kemudian, kata dia, kerja sama antara universitas yang ada di Indonesia dan universitas luar negeri harus digencarkan minimal dengan negara ASEAN. Nadiem seharusnya berani membuka ruang kerja sama ini dengan melibatkan pula kedutaan-kedutaan dalam kerja sama pendidikan.

Menurut Asep, dengan dibukanya keran kerja sama antarnegara dapat membuka peluang pertukaran informasi dan teknologi untuk meningkatkan kualitas penelitian atau riset. Serta pertukaran budaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Selanjutnya mengembalikan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui berbagai strategi dan langkah yang harus dilakukan semua institusi khususnya perguruan tinggi. Sebab, persoalan karakter bangsa yang menjadi pondasi utama dalam persiapkan kader dan SDM berkualitas yang memiliki daya saing tinggi menghadapi disrupsi peradaban.

"Kemudian soal pemahaman agama. Jangan sampai salah di perguruan tinggi itu, jangan sampai ada yang memanfaatkan manusia untuk kepentingan dia. Jangan perguruan tinggi itu tidak dapat partai politik karena menjadi tidak bebas lagi kalau dia dikuasai partai," jelas Asep.

Ia meyakini, Nadiem merupakan sosok orang yang mudah belajar dan cepat, meskipun dunia pendidikan merupakan hal baru bagi mantan CEO Gojek itu. Menurutnya, pengalaman belajar di Harvard Business School, sekolah dengan beragam latar belakang kebudayaan menjadi modal Nadiem untuk melakukan terobosan di pendidikan tinggi Indonesia.

Namun, ia menyarankan agar Nadiem mendengarkan para stakeholder perguruan tinggi termasuk para rektornya. Masukan apa saja terkait isu yang paling strategis dan penting untuk segera ditangani.

Sebab, setiap perguruan tinggi di sejumlah daerah di Indonesia pastinya memiliki persoalannya masing-masing. Sehingga, Asep meminta Nadiem untuk terlebih dahulu mendengarkan saran-saran terlebih dahulu tanpa langsung mengarahkan.

"Karena beda-beda di Indonesia ini kan perguruan tinggi itu dari a sampai z, ada yang bumi dan langit bedanya, belum fasilitasnya, belum SDM-nya itu harus dibuka harus diperbaiki," ungkap dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement