REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Presiden Islamic Quality Assurance (IQA), T Basaruddin, mengatakan perkembangan teknologi di era Industri 4.0 dapat memicu perguruan tinggi Islam gulung tikar jika tidak dapat menyesuaikan diri.
"Sementara terdapat kampus yang justru gulung tikar hanya karena mengembangkan pembangunan fisik saja sementara era sudah berubah," kata Basar di sela acara Quality Assurance for Higher Education 4.0 in the Islamic World di Jakarta, Senin (28/10).
Untuk itu, dia mendorong agar perguruan tinggi Islam mengembangkan diri seperti membuat laman web yang simpel, menyatukan sistem data kampus yang belum terpadu dan hal terkait dengan upaya memenuhi kebutuhan Revolusi Industri 4.0.
Dia mengatakan banyak perusahaan mengembangkan diri di era Revolusi Industri 4.0 seperti korporasi-korporasi besar Google, Apple, IBM, Starbucks dan sejumlah korporasi lain.
Dalam konteks tersebut, kata dia, universitas perlu meninjau kembali sistem jaminan mutu terutama bagi universitas Islam dewasa ini sehingga lebih kompetitif dan memenangi persaingan. Terlebih korporasi-korporasi sudah merespons Revolusi Industri 4.0 sehingga kampus dituntut beradaptasi.
Menurut dia, dalam perkembangan terkini universitas-universitas Islam di Indonesia menemui tantangan baru di tengah pertumbuhan serba otomatis dan media sosial. Hal itu memicu insititusi-institusi jangan sampai tertinggal.
Pendaftaran peminat dalam bidang studi, lanjut dia, terus berkembang seiring berjalannya waktu sebagaimana perkembangan jumlah peminat mata kuliah untuk bidang sains, teknologi, mekanika, bisnis dan komersial. Hal itu menunjukkan perkembangan pendidikan di Indonesia.
Basar yang juga direktur Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) itu berharap universitas-universitas Islam dapat terus menjaga kualitasnya. Melalui kekhasannya, kampus Islam agar juga dapat belajar dari praktik-praktik baik di berbagai universitas di Indonesia dan dunia.
"Saya berharap agar praktik-praktik baik penjaminan mutu semakin lebih luas bagaimana mendorong perguruan tinggi menjadi lebih berkualitas," kata dia.
"Mungkin ada contoh spesifik untuk universitas keagamaan dari Timur Tengah dan Afrika. Di samping itu bisa belajar dari perguruan tinggi lain dari Eropa dan Amerika Utara yang memiliki standar yang bisa kita contoh mulai dari menajemennyahingga pengelolaan akademiknya risetnya," katanya.