REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim beberapa waktu lalu menekankan pentingnya peran guru dalam pendidikan. Nadiem mengimbau agar para guru dapat terus mau belajar.
Selaras dengan hal tesebut, pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), pengamat pendidikan, Muhammad Nur Rizal, mengungkapkan perlunya Kemendikbud dibawah kepemimpinan Nadiem ke depannya untuk memperhatikan pengembangan profesionalitas guru.
Menurut pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) tersebut, Indonesia perlu membangun profesionalitas guru dari berbagai aspek dan tahapan antara lain mental, pola pikir, mindset, sekaligus kemampuan guru yang bersangkutan. Tahapan pertama yang perlu dilakukan adalah membangun pola pikir atau mindset yang tidak menjadikan pendidikan sebagai wadah menyeragamkan potensi anak didik melalui kurikulum konten tertentu.
Rizal menjelaskan guru dalam menjalankan perannya tidak hanya sebagai sumber ilmu pengetahuan melainkan selaku fasilitator dan role model bagi muridnya. “Hal inilah yang sejak enam tahun lalu menjadi fokus GSM, untuk melakukan transformasi peran guru, sebagai aktor pelaku pendidikan terdepan,” ungkap Rizal dalam kegiatan Workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan di Atrium Premiere Hotel Yogyakarta, Selasa (29/10).
Rizal menekankan hendaknya aspek guru tidak digantikan dengan peran digitalisasi. Peran digital hanya pada tahapan birokrasi maupun administrasi agar tercipta kondisi yang cepat, gesit, dan tangkas. Sedangkan, peran transformasi kepada para murid oleh guru tidak dapat digantikan.
Oleh karenanya fokus ke depan bagi pemerintah tidak hanya pengembangan kemampuan guru melalui workshop, maupun pelatihan. Akan tetapi, tahapan setelah pelaksanaan kegaitan tersebut. "Workshop hanya membuka bentuk kognitif pandangan baru. Setelahnya, perlu memperhatikan pengembangan guru, dengan cara pendampingan," katanya.
Hal inilah yang dilakukan Rizal bersama GSM dengan berfokus dalam mengisi peran pelaku yakni transformasi para guru agar memiliki keselarasan dengan konsep kurikulum yang ada. Salah satunya, melalui acara Workshop Pengayaan yang menghadirkan sebanyak 150 orang guru dari Tangerang Selatan, Kalimantan Utara, serta beberapa wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan berkolaborasi bersama dua sekolah asal Australia, yakni Clayton North Primary School dan Ringwood Primary School.
Dengan terpilihnya sosok Nadiem sebagai Kemendikbud yang baru, banyak harapan besar agar sistem pendidikan Indonesia dapat dirombak oleh sosok pencetus layanan aplikasi terbesar di Indonesia ini. “Bayangan saya, struktur organisasi dan birokrasi pendidikan akan diubah dan direvolusi. Misalnya, konten kurikulum yang terlalu berat,” ungkap Rizal.
Saat ini di Indonesia setidaknya menghabiskan kurang lebih 1.900 jam untuk kegiatan belajar-mengajar, berbanding terbalik dengan Jepang yang hanya menghabiskan waktu 900 jam. Padahal standar UNESCO untuk pendidikan dasar dan menengah adalah 900 jam per tahun.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sri Wantini, mengungkapkan perlu adanya perubahan sistem pendidikan, khususnya dalam pengembangan pendidikan karakter. Konten pendidikan yang diberikan, kata dia, cenderung terasa berat untuk diterima para peserta didik.
Sedangkan kemasan konten satu dengan lain tidak terintegrasi dengan baik, dan dilakukan secara terpisah. “Hal ini menyulitkan para peserta didik untuk menyerap konten kurikulum yang diberikan,” ungkap Sri Wartini kepada wartawan.
Di sisi lain, dia menambahkan perlu merombak pola strategi melalui mekanisme bottom up atau gerakan dari bawah. Menurutnya jika gerakan tersebut dimulai dari atas, atau dari para pemangku kebijakan, maka setiap ada penggantian pelaku kebijakan mekanisme yang dihadirkan akan berbeda dan tidak berkesinambungan.