Jumat 01 Nov 2019 19:55 WIB

Ketum IGI: Kurikulum Baru Sangat Diperlukan

Ramli menilai kurikulum yang ada saat ini masih kurang baik.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim
Foto: Dok Pribadi
Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim beranggapan bahwa penyesuaian kurikulum baru sangat diperlukan. Sebab, pihaknya menilai kurikulum yang ada masih kurang baik.

 

Baca Juga

“Baik untuk KTSP atau Kurikulum 2013 (K13) itu jelek, mata pelajaran terlalu banyak sehingga membutuhkan banyak tenaga guru,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (1/11).

 

Dia menambahakn, banyaknya mata pelajaran di kurikulum 2013 menjadi beban tersendiri bagi siswa. Alhasil, siswa tidak memahami sepenuhnya dari konteks kurikulum dan pelajaran tersebut. Oleh sebab itu, dia menilai perlu ada kurikulum baru sebagai penunjang untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

 

Kepada Republika dia mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara rinci bagaimana mekanisme pergantian yang sedang dalam proses oleh Mendikbud itu. Namun demikian, menurut dia, ada yang perlu diperhatikan ketika melakukan prosesnya. “Yang pertama itu Mendikbud harus memperhatikan jumlah mata pelajaran,” kata dia.

 

Menurut dia, jumlah mata pelajaran dari SMP hingga SMA dinilai terlalu banyak. Lebih lanjut dia menekankan, jika sudah ada penekanan pelajaran sejak pendidikan dasar, dalam artian SD, jumlah mata pelajaran ketika SMP dan SMA harus dipersempit.

 

“Jadi SMP misal hanya membutuhkan lima atau maksimal enam mata pelajaran, hal serupa juga berlaku di SMU,” kata dia.

 

Dia menegaskan, pengurangan tersebut dilatarbelakangi oleh jumlah guru yang terbatas untuk mengajar. Hal selanjutnya yang ia tekankan adalah penjurusan bagi SMA yang harus dihilangkan. Sehingga, ke depannya tidak perlu ada jurusan, IPA, IPS ataupun Budaya dan Bahasa. “Cukup satu saja agar menjadi umum, dan menjadi SMU,” tuturnya.

 

Di akhir, menurut dia yang perlu menjadi fokus utama Mendikbud adalah kebutuhan bagi SMK. Dia mengatakan, mata pelajaran produktif SMK memangtidak bisa dihindari, karena sifatnya yang merupakan keahlian. Karenanya, jika ada banyak mata pelajaran normatif, lebih baik untuk dikurangi.

 

“SMK punya peran lebih besar, kami setuju SMK memakai sistem SKS. Agar siswa yang sudah ahli dalam penjurusannya tidak perlu menyelesaikannya studi dalam tiga tahun,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement