Senin 04 Nov 2019 17:31 WIB

Diundang Mendikbud, Ini Usulan IGI untuk Pendidikan

IGI mengajukan sejumlah hal terkait revolusi pendidikan dasar dan menengah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
M Ramli Rahim (baju putih) hadir bersama sejumlah organisasi guru dan komunitas guru yang diundang Mendikbud Nadiem Makarim, Senin (4/11)
Foto: Dok IGI
M Ramli Rahim (baju putih) hadir bersama sejumlah organisasi guru dan komunitas guru yang diundang Mendikbud Nadiem Makarim, Senin (4/11)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) bersama 22 organisasi guru dan komunitas guru diundang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Senin (4/11). Di dalam pertemuan tersebut, IGI mengajukan sejumlah hal terkait revolusi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

Hal pertama yang diajukan adalah Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan pendidikan karakter berbasis Agama dan Pancasila menjadi mata pelajaran utama di sekolah dasar. "Dan karena itu, pembelajaran bahasa Inggris di SMP dan SMA dihapuskan karena seharusnya sudah dituntaskan di SD. Pembelajaran bahasa Inggris fokus ke percakapan, bukan tata bahasa," kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, Senin (4/11).

Baca Juga

Selanjutnya, jumlah mata pelajaran di SMP menjadi maksimal lima mata pelajaran dengan basis utama pembelajaran pada coding. Sementara itu mata pelajaran di SMA menjadi maksimal enam tanpa penjurusan lagi. "Mereka yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilakan memilih SMK," kata dia.

Ramli juga menjelaskan, SMK sebaiknya menggunakan sistem SKS. Mereka yang lebih cepat ahli bisa menuntaskan SMK dua tahun atau kurang. Sementara mereka yang lambat bisa sekolah sampai empat tahun.

Ia menegaskan, SMK tidak boleh kalah dari BLK yang hanya tiga hingga 12 bulan saja. "LPTK diwajibkan menyediakan sarjana pendidikan atau alumni PPG yang dibutuhkan oleh SMK.

Ramli juga mengusulkan agar jabatan pengawas sekolah dihapuskan hingga jumlah guru yang dibutuhkan mencukupi. Jabatan pengawas sekolah boleh diadakan kembali jika jumlah kebutuhan guru terpenuhi. Hilangnya tanggungjawab mengajar kepada kepala sekolah seharusnya dimaksimalkan fungsinya sehingga keberadaan pengawas sekolah untuk sementara bisa diabaikan.

"Tidak ada lagi guru honorer dan semua guru sudah berstatus PNS atau guru tenaga kontrak profesional dalam Status PPPK dengan pendapatan minimal setara upah minimum yang ditetapkan pemerintah sesuai standar kelayakan hidup," kata dia lagi.

Ramli juga mengusulkan agar uji kompetensi guru dilaksanakan minimal sekali dalam tiga tahun. Organisasi profesi guru diberikan legalitas dalam melaksanakan upaya peningkatan kompetensi guru, pemerintah cukup melakukan uji terhadap standar kompetensi guru yang diinginkan.

"Organisasi profesi guru harus segera mendapatkan pengesahan setelah melalui verifikasi dan sepenuhnya pembinaan guru diserahkan kepada organisasi profesi guru dalam pengawasan pemerintah," kata Ramli.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement