REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar bidang arsitektur dari Universitas Indonesia Profesor Paramita Atmodiwirjo menyarankan agar pembangunan sekolah-sekolah di Tanah Air menerapkan konsep atau sistem rangka untuk meminimalisasi bangunan ambruk.
"Mungkin sebagai contoh sistem yang kami tawarkan dalam sekolah Indonesia cepat tanggap dapat diterapkan untuk mengurangi risiko kebencanaan," kata dia di Jakarta, Sabtu (9/11).
Pembangunan sekolah Indonesia cepat tanggap menggunakan struktur sistem rangka sehingga penyambungannya bisa merespons serta bertahan apabila terjadi gempa bumi. Kemudian material yang digunakan yaitu rangka baja, semen fiber, dan dipasang sesuai kebutuhan.
"Jadi bangunan itu hanya goyang dan tidak ambruk ini yang kita tawarkan," kata dia.
Bangunan sekolah menggunakan sistem rangka itu telah teruji di beberapa daerah terdampak bencana alam yaitu Lombok Barat, Palu, Kabupaten Sigi, dan Sumbawa pada 2018. Hingga kini, bangunan tersebut masih berdiri kokoh meskipun sempat diguncang gempa bumi beberapa kali pascadibangun.
"Tetapi dalam skala atau tingkat tertentu juga ya," katanya.
Saat gempa Palu pada umumnya bangunan yang ambruk tersebut menggunakan bahan atau material batu, beton, dan bata sehingga langsung runtuh dan menimpa masyarakat.
"Bangunan yang kita rancang ini bisa lebih memberikan rasa aman kepada masyarakat," katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Hendri D.S Budiono mengatakan pembangunan sekolah Indonesia cepat tanggap merupakan bentuk kontribusi perguruan tinggi kepada masyarakat.
"Kontribusi ini lebih kepada menghadapi dan kesiapan terhadap bencana alam dengan mendirikan bangunan yang ramah," katanya.
Sekolah Indonesia cepat tanggap tersebut diinisiasi oleh dua guru besar teknik asal Universitas Indonesia yaitu Profesor Yandi Andri Yatmo dan Profesor Paramita Atmodiwirjo.