REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim yang berencana menghapus ujian nasional (UN). Alangkah lebih baik lagi menurut mereka bila Nadiem pun dapat memperbaiki kesejahteraan guru honorer.
“Segera perbaiki kesejahteraan guru honorer dan angkat guru P3K,” kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (10/12).
Heru berujar, laporan para guru pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dari Garut, Bogor, Purbalingga, Tangerang, hingga Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan bahwa mereka lolos tes seleksi P3K. Namun hingga dipenghujung tahun 2019 ini, mereka tak kunjung mendapatkan NIP.
“Hingga kini Desember 2019 belum kunjung dapat penempatan tugas bahkan NIP,” ujarnya.
Termasuk lanjut Heru, soal guru honorer yang lagi-lagi tidak mendapatkan upah yang laik. FSGI mendorong pemerintah daerah termasuk yayasan untuk memberikan upah kepada guru honorer di daerah setara dengan upah minimum regional (UMP).
“Sekarang waktunya menghargai jasa guru, jika negara ingin menyiapkan SDM unggul untuk Indonesia maju,” terangnya.
Sangat miris kata Heru, bila mengetahui upah guru honorer di berbagai daerah. Laporan FSGI menyebutkan, bahwa guru-guru honorer di Bima, di Bengkulu, di Indramayu, di Garut, dan di Tasikmalaya hanya mendapatkan upah Rp 200 ribu.
“Para guru honorer masih bergaji sekitar 200 ribu per bulan. Ini sungguh tidak manusiawi. Kepala daerah wajib mengeluarkan SK (Surat Keputusan) penetapan sebagai guru honor daerah,” ucapnya.