REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih berharap kebijakan penghapusan ujian nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak hanya sebatas wacana semata. Sebab, Kemendikbud selama ini kerap melontarkan wacana mulai dari full day school, zonasi dan sebagainya.
"Kalau pemerintah ada wacana penghapusan dan ada penggantinya karena menjamin mutu pendidikan itu maka sudah segera saja, jangan berwacana saja terus," kata politikus PKS saat dihubungi Republika, Rabu (11/12).
Ia juga berharap Mendikbud Nadiem Makarim membuka ruang diskusi dengan berbagai pihak sebelum kebijakan tersebut diterapkan. Hal itu, menurutnya, perlu dilakukan agar benar-benar matang.
"Diskusikan harus matang, jadi kita juga tidak mendorong untuk buru-buru juga, tidak, tapi jangan hanya wacana, tapi juga semua stakeholder harus dilibatkan, diajak bicara," ujarnya.
Kendati demikian ia menilai tidak ada yang salah dari kebijakan penghapusan UN tersebut. Sebab, menurutnya, UN bukan satu-satunya alat untuk melakukan penilaian.
"Masih berlaku ujian sekolah (US) kemudian ujian sekolah berstandar nasional (USBN) itu juga masih ada. Jadi US ada USBN ada kemudian ada UN, ini kan juga saya kira kasihan ya siswa kita ini dibebankan dengan beberapa alat penilaian," ujarnya.
Politikus PKS itu pun sepakat perlu ada perbaikan dalam sistem pendidikan. Menurutnya, kalau UN ingin diubah maka bentuk penggantinya seperti apa harus jelas.
"Jangan kemudian hanya judulnya saja ubah tapi esensinya sama saja, itu juga intinya mau mempertahankan UN supaya jangan dihapus, ini kan akal-akalan hanya ganti menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum atau bahkan UN mau dihapus tapi faktanya tidak, tidak substansial, hanya artifisial," tegasnya.